Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah memblokir 814 ribu situs yang mengandung konten pornografi, radikalisme, dan yang berbau penipuan.
Dalam melakukan pemblokiran itu, Kemkominfo membentuk tim panel yang bertugas memverifikasi sejumlah situs yang telah dilaporkan untuk diblokir.
Direktur e-Business Kemkominfo, Azhar Hasyim, mengatakan pihaknya melibatkan sejumlah pakar dan tokoh-tokoh agama untuk menjadi bagian dari tim panel verifikasi itu.
Advertisement
Adapun keempat panel yang telah terbentuk saat ini adalah panel pornografi, panel terorisme, kebencian, dan SARA. Kemudian panel investasi ilegal dan perjudian, lalu panel pelanggaran hak cipta.
"Masing-masing panel itu terdiri dari pakar-pakar dari wakil-wakil masyarakat dan Kementerian, dan lembaga yang meminta pemblokiran. Ada juga wakil-wakil agama, seperti MUI, PBNU, Muhammadiyah, termasuk wakil dari agama Kristen," kata Azhar di kawasan Semanggi, Jakarta Pusat, Sabtu (6/6/2015).
Dijelaskan Azhar, tim panel tersebut sudah mulai bekerja sejak 31 Maret 2015. Saat melakukan verifikasi terhadap situs-situs yang dianggap mengandung unsur kejahatan, para tim panel ini menggelar suatu diskusi untuk memutuskan apakah situs yang dimaksud bermasalah.
"Kemudian masing-masing panel sudah membuat mekanisme-mekanisme kelengkapan. Misalnya, panel pornografi, pornografi tidak perlu rapat panel, langsung diblokir aja situsnya. Tapi, setelah itu dilaporkan ke panel, apakah situs itu bisa dirilis kembali atau tetap dilakukan pemblokiran. Panel ini membentuk forum untuk sharing informasi," jelas Azhar.
Azhar mengungkapkan, tugas dari panel ini melakukan penilaian terhadap situs-situs yang sudah masuk daftar pemblokiran dan yang sudah dilaporkan ke Kemkominfo. Menurutnya, dengan adanya panel ini Kemkominfo tidak lagi dapat memonopoli dalam melakukan pemblokiran situs.
"Misalnya, ada laporan dari masyarakat atau lembaga. Ini (situs) dinilai oleh panel, apakah layak diblokir atau tidak. Terus hasil rapat panel ini memberikan rekomendasi diblokir atau tidak. Jadi tidak lagi monopoli Kemkominfo untuk melakukan pemblokiran," pungkas Azhar.
(han/isk)