Liputan6.com, Jakarta - Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) mengumumkan tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi salah satu dari tiga finalis Tantangan Inovasi Pangan Internasional YSEALI. Ajang ini berupaya mencari solusi teknologi untuk mengatasi tantangan di bidang pertanian, akuakultur, dan perikanan.
MINO Microbubbles dari UGMÂ dan dua tim mahasiswa dari Kamboja dan Malaysia berhasil mengungguli lebih dari 200 tim lainnya yang berasal dari Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.Â
Pada bulan Juli lalu para finalis mengikuti pelatihan boot camp khusus di Singapura dan mendapatkan bimbingan dari raksasa teknologi Cisco dan Intel untuk mengembangkan solusi mereka lebih jauh lagi.
Mereka akan berangkat ke Kamboja pada akhir Oktober untuk mempresentasikan solusi berbasis teknologi di Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di negara-negara anggota ASEAN. Pada saat pertemuan tersebut berlangsung, tepatnya pada 28 Oktober 2016, akan sekaligus menjadi ajang pengumuman pemenang.
Baca Juga
Pemenang ajang ini berhak melakukan kunjungan studi ke Austin, Texas, yang merupakan salah satu pusat teknologi di Amerika Serikat, pada bulan Maret 2017.
"USAID berkomitmen untuk bermitra dengan kaum muda dalam memecahkan masalah pembangunan yang paling sulit dan mengakhiri kemiskinan ekstrim di dunia," ujar Kuasa Usaha Ad-Interim Kedubes AS Brian McFeeters, dalam keterangannya kepada Tekno Liputan6.com.
Teknologi pengolahan air yang ditemukan dan dikembangkan para inovator UGM tersebut, menurut Brian, akan membantu para peternak ikan nila mendapatkan hasil panen lebih baik. Dengan begitu, pendapatan para peternak dan ketahanan pangan akan meningkat.
"Kami berharap yang terbaik untuk mereka dan selamat berjuang di tahap akhir kompetisi di Kamboja nanti," kata Brian melanjutkan.
Tim MINO Microbubbles terdiri dari Muhammad Nabil Satria Faradis, Fajar Sidik Abdullah, dan Untari Febrian Ramadhani, dengan pembimbing Dr. Deendarlianto.
Mereka memaparkan penemuannya secara daring (online) kepada panel yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan bisnis untuk menunjukkan mengapa meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air dapat mempercepat pertumbuhan ikan.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, perlakuan terhadap air telah membantu menghasilkan ikan nila yang lebih berat dan mempersingkat waktu panen ikan dari rata-rata dua kali menjadi tiga kali setahun. Inovasi mereka bisa mempersingkat waktu rata-rata panen ikan nila hingga 62 persen.
(Why/Isk)