Gawat, Hacker Curi 57 Juta Data Pengguna dan Mitra Driver Uber

57 juta data pengguna dan mitra pengemudi Uber telah dibobol hacker setahun lalu, dan kasus ini baru diketahui sebulan yang lalu. Kok bisa?

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 22 Nov 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2017, 10:00 WIB
Hacker
Hacker asal Rusia kabarnya mencuri data rahasia milik NSA. (Doc: Lifehacker)

Liputan6.com, Jakarta - Sekumpulan hacker dikabarkan telah mencuri data pribadi 57 juta pengguna dan mitra pengemudi Uber selama setahun terakhir. Hal inipun dibenarkan melalui unggahan blog Uber, Selasa 21 November waktu setempat.

Mengutip laporan Mashable, Rabu (22/11/2017), data yang dibobol hacker di antaranya adalah nama, alamat email, serta nomor telepon sekitar 50 juta pengguna dan 7 juta mitra pengemudi.

Parahnya, selain data-data pribadi tersebut, 600 ribu pelat nomor kendaraan mitra pengemudi juga termasuk data yang dicuri. Untungnya tidak ada nomor jaminan sosial dan informasi detail mengenai sopir yang bocor.

Dalam pernyataannya, Uber menyebut, dalam kasus ini tidak ada tanda-tanda kecurangan dari oknum karyawan maupun pihak dalam Uber.

"Kami tidak melihat ada bukti kecurangan atau penyelewengan kewenangan terkait masalah ini. Kami terus memantau akun-akun pengguna yang terdampak serta telah menandai untuk perlindungan terhadap kecurangan," kata Uber dalam pernyataannya. 

Menurut informasi dari Bloomberg, alih-alih menyelesaikan, Chief Security Officer (CSO) Joe Sullivan malah berupaya menutupi kasus peretasan itu dengan membayarkan uang tutup mulut senilai US$ 100 ribu (sekitar Rp 1,35 miliar) kepada hacker.

CEO baru Uber, Dara Khosrowshasi pun tidak senang atas penyelesaian kasus tersebut. "Tak satupun dari masalah ini seharusnya terjadi. Saya tidak akan memaafkan hal ini. Kami akan mengubah cara berbisnis perusahaan," kata Khosrowshasi kepada Bloomberg melalui email.

 

Peretasan Terjadi Tahun Lalu

CEO Uber Dara Khosrowshashi (Sumber: Recode)

Sekadar diketahui, kasus pembobolan data pengguna dan mitra pengemudi Uber sebenarnya terjadi tahun lalu, sebelum Khosrowshasi mengambil alih posisi CEO. Ia menjadi CEO Uber menggantikan Travis Kalanick September lalu.

Kendati begitu, US Justice Departemen alias Kementerian Hukum Amerika Serikat (AS) telah memeriksa dugaan kasus kriminal, termasuk penggunaan software ilegal, pencurian hak kekayaan intelektual, serta penyuapan.

Kasus peretasan sendiri baru ditemukan bulan lalu dari hasil penyelidikan tim keamanan Uber yang dilakukan firma hukum independen.

Akibat pembobolan data ini, Uber telah memecat Chief Security Officer, Joe Sullivan. Sullivan dikenal sebagai salah satu pejabat eksekutif Uber yang tersisa dari era Travis Kalanick.

Pecat Pengacara

Tidak hanya Sullivan, Khosrowshashi juga memecat pengacara senior Uber Craig Clark.

Selain mengambil langkah tegas, Uber juga berupaya mencegah peretasan data pengguna dan mitra pengemudi terjadi kembali. "Saya tidak bisa menghapus apa yang terjadi di masa lalu. Kendati begitu, saya berkomitmen, kami akan belajar dari kesalahan ini," ucap Khosrowshashi.

Saat ini, Uber juga merekrut Matt Olsen yang dulunya adalah pejabat National Security Agency (NSA) sekaligus konsultan National Counterterrorism Center.

Uber juga akan memberi pengumuman ke mitra pengemudi yang nomor pelat kendaraannya telah diunduh. Perusahaan juga akan memberikan bantuan pengawasan dan perlindungan pencurian identitas.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya