Liputan6.com, Jakarta - Aplikasi chatting Telegram dilaporkan sempat menghilang dari toko aplikasi milik Apple, App Store. Informasi ini diketahui dari laporan 9to5Mac dan unggahan di forum Reddit beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pantauan Tekno Liputan6.com, Jumat (2/2/2018), aplikasi tersebut memang sempat menghilang dari laman pencarian App Store. Namun, saat ini, Telegram sudah kembali hadir di toko aplikasi itu.
Advertisement
Baca Juga
Telegram sendiri tak mengungkap alasan di balik sempat hilangnya aplikasi tersebut di App Store. Namun, dikutip dari Tech Crunch, berdasarkan penuturan CEO Telegram, Pavel Durov, aplikasi besutannya itu dihapus karena melanggar ketentuan Apple.Â
"Kami sudah diperingatkan oleh Apple, ada konten yang tak pantas dapat diakses pengguna dan aplikasi kami pun ditarik dari App Store. Setelah itu diatasi, kami berharap dapat segera kembali ke App Store," tulis Durov di akun Twitter resminya.
Untuk informasi, Apple memang melarang konten yang dianggap mengganggu atau menyinggung dalam pedoman pengembang. Dalam salah satu sub-seksi juga disebut hal ini berlaku untuk user-generated content, seperti yang ada di channel Telegram.
"Aplikasi dengan user-generated content atau layanan lain yang digunakan untuk konten pornografi, menyerang orang, mengancam, atau merundung (bullying) dilarang ada di App Store dan akan dihapus tanpa pemberitahun lebih dulu," tulis Apple.
Layanan Diblokir di Iran, Bos Telegram Buka Suara
Awal tahun ini, Telegram juga sempat mengalami masalah pemblokiran. Layanan itu diblokir di Iran karena dianggap memicu kekerasan atas situasi di negara tersebut yang memang sedang bergejolak.
Diketahui, sejumlah aksi demonstrasi antipemerintah hingga tindakan berujung kekerasan tengah ramai terjadi di negara tersebut. Salah satu pemicunya adalah melemahnya situasi ekonomi.
Dalam pernyataan di channel resminya, Durov mengungkap otoritas Iran memblokir akses Telegram pada awal 2018 usai pihaknya menolak untuk menutup channel salah satu pemrotes Iran yang damai, seperti @sedaiemardom.
"Kami bangga Telegram banyak digunakan oleh ribuan channel oposisi di seluruh dunia. Kami selalu mengutamakan kebebasan berbicara sebagai hak asasi manusia dan kami lebih baik diblokir di suatu negara ketimbang membatasi kebebasan bereksperasi secara damai sebagai opini alternatif," tuturnya di channel @durov, Selasa (2/1/2018).
Advertisement
Dituntut di Iran
Beberapa bulan lalu, seorang jaksa di Teheran, Iran, Abbas Jafari Dolatabadi, mengungkap CEO Telegram, Pavel Durov terjerat kasus pidana terkait penggunaan Telegram oleh teroris, para pelaku pornografi anak, dan elemen kriminal lainnya. Namun, ia tidak memberikan rincian perihal tuntutan tersebut.
"Telegram menyediakan layanan bagi para kelompok teroris seperti IS (ISIS), menciptakan platform yang sesuai untuk berbagai aktivitas kelompok lain, mempromosikan dan memfasilitasi kejahatan pornografi anak, perdagangan manusia, dan perdagangan narkotika," kata Dolatabadi, seperti dikutip dari RT, Rabu (27/9/2017).
Dolatabadi tidak memberikan rincian mengenai tuntutan tersebut, tapi katanya, kasus itu telah dirujuk ke divisi hubungan internasional Kantor Kejaksaan Teheran. Menurutnya, "hukum barat" tidak berlaku untuk kasus Telegram di Iran.
Iran hanya bisa mengadili Durov secara in absentia (tanpa dihadiri terdakwa) karena tidak tinggal di negara itu, dan sepertinya tidak akan menyambangi Iran untuk menghadiri persidangan. Durov memiliki paspor Rusia serta Sint Kitts dan Nevis, tapi publik tidak mengetahui tempat tinggalnya.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â