Liputan6.com, Jakarta - Google kembali menghapus sejumlah aplikasi yang tersedia di Play Store. Penghapusan ini dilakukan sebab aplikasi tersebut ditengarai melanggar aturan keamanan, termasuk memiliki adware, dan konten yang berbeda dari deskripsi.
Dikutip dari 7News, Senin (27/4/2020), ada 103 aplikasi yang sudah dihapus Google dari Play Store. Meski sudah dihapus, secara keseluruhan aplikasi tersebut diketahui sudah terpasang 69 juta kali sebelum keputusan ini.
Keputusan untuk penghapusan aplikasi ini dilakukan setelah ada pelaporan yang dilakukan oleh CyberNews. Menurut laporan itu pula, deretan aplikasi ini diduga kuat berasal dari jaringan developer yang terorganisir.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan penelusuran, mereka menyalahgunakan data termasuk lokasi pengguna Android. Sebab, informasi itu lantas dijual pada agen pemasaran dengan harga ribuan dolar.
Banyak dari aplikasi itu juga diketahui memiliki akses ke mikrofon dan kamera di perangkat yang memasangnya. Laporan lain dari Forbes menyebut tim ini merupakan jaringan Tiongkok yang kerap melakukan klon aplikasi populer.
Perlu diketahui, kebanyakan aplikasi yang dihapus ini memiliki kemampuan edit foto atau video, tapi ada juga beberapa aplikasi fungsional, seperti VPN, ekstraktor RAR, hingga pemindai PDF.
Untuk mengetahui aplikasi apa saja yang sudah dihapus Google, berikut ini beberapa daftarnya, yakni Glitch Effect Video, Photo Editor Grainy Effect, Face Makeup Camera & Beauty Photo Makeup Editor, Video Editor with Music App, dan App Locker Fingerprint, PIN And Gallery Locker.
Google Hapus Ratusan Aplikasi Bermuatan Iklan Mengganggu
Sebelumnya, Google juga menghapus sedikitnya 600 aplikasi mengganggu dari toko aplikasi Play Store. Tak hanya itu, pengembang aplikasi-aplikasi ini juga diblokir.
Penghapusan ratusan aplikasi dari Play Store ini dilakukan sebagai upaya mengendalikan penipuan iklan seluler yang sering terjadi.
Mengutip The Verge, kebijakan Google tidak mengizinkan adanya iklan yang ditampilkan ketika aplikasi tidak digunakan serta iklan yang menipu pengguna untuk mengklik secara tidak sengaja.
Google juga mendefinisikan ulang apa itu iklan mengganggu. Menurut Senior Product Manager Google Per Bjorke, iklan mengganggu adalah "iklan yang ditampilkan ke pengguna dengan cara tak diinginkan. Itu termasuk iklan yang mengganggu fungsi perangkat."
Batasan mengganggu antara lain adalah menutupi layar dengan iklan hingga pop-up iklan yang kerap muncul di layar saat pengguna sedang menelepon atau memakai aplikasi navigasi.
Bjorke juga mencatat, Google telah mengembangkan sebuah pendekatan berbasis machine learning untuk membantu mereka mendeteksi iklan yang tak sesuai konteks. Machine learning inilah yang membantu Google menghapus setidaknya 600 iklan mengganggu.
Advertisement
Pengembang Tiongkok
"Pengembang jahat memang kini lebih pintar dalam membuat iklan-iklan mengganggu. Namun kami juga mengembangkan teknologi-teknologi baru untuk melindungi pengguna dari iklan yang jahat dan mengganggu," kata Bjorke.
Menurut laporan yang dipublikasi BuzzFeed News, kebanyakan aplikasi jahat dibuat oleh para pengembang yang berbasis di Tiongkok, India, dan Singapura. Parahnya, iklan-iklan mengganggu ini menyasar pengguna berbahasa Inggris.
Salah satu pengembang jahat yang tak pernah bosan membuat iklan-iklan mengganggu adalah Cheetah Mobile, sebuah perusahaan yang berbasis di Tiongkok.
Cheetah Mobile memiliki lebih dari 40 aplikasi di Play Store yang telah diblokir oleh Google.
Bjorke menyebut, tampaknya banyak pengembang yang melanggar dengan teknik serupa, yakni menghindari deteksi. Namun, pihaknya tidak mengetahui apakah penghindaran deteksi itu merupakan upaya yang terkoordinasi.
Google pun menyebut bakal menerapkan pengembalian uang kepada brand yang iklannya telah terdampak pop-up mengganggu.
(Dam/Isk)