Kemkominfo Temukan 2.020 Hoaks Terkait Covid-19

Berdasarkan data Kemkominfo, sejak 23 Januari hingga 18 Oktober 2020, Kemkominfo menemukan 2.020 unggahan hoaks terkait Covid-19 di media sosial.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 19 Okt 2020, 14:11 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2020, 14:11 WIB
[Bintang] Kominfo
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A Pangerapan. (Daniel Kampua/Bintang.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan ribuan hoaks terkait Covid-19.

Diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan, berdasarkan data, sejak 23 Januari hingga 18 Oktober 2020, Kemkominfo menemukan 2.020 unggahan hoaks terkait Covid-19 di media sosial.

Semuel mengatakan ke 2.020 hoaks tersebut masuk dalam 1.197 kategori, di mana 1.759 hoaks di antaranya sudah di-take down dari internet.

Semuel menyebut, saat ini WHO memunculkan istilah baru bernama infodemi untuk kabar atau informasi yang tidak benar seputar pandemi Covid-19.

"WHO telah munculkan suatu istilah baru, yakni infodemi dan ini menjadi masalah baru selain Covid itu sendiri," kata Semuel dalam jumpa pers mengenai Strategi Kemkominfo Menangkal Hoaks Covid-19, Senin (19/10/2020).

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Infodemi, Apa Itu?

Cek Fakta covid-19 hoaks
Cek Fakta covid-19 hoaks

Menurut Semuel, Kemkominfo mengidentifikasi tiga jenis infodemi yang ada di Indonesia.

"Pertama disinformasi. Disinformasi sengaja dibuat untuk mendisrupsi info yang beredar atau memberikan info yang salah hingga berbahaya bagi masyakarat," kata pria yang karib disapa Semmy ini.

Jenis kedua adalah malinformasi. Menurut Semmy, malinformasi merupakan informasi faktual namun dibuat oleh orang-orang tertentu, dengan tujuan tertentu.

Jenis ketiga adalah misinformasi atau informasi yang tidak tepat namun tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya.

Dari berbagai jenis infodemi ini, Kemkominfo menurut Semmy perlu melakukan pengendalian. Namun dia menekankan, tujuan pengendalian bukanlah untuk membatasi kebebasan berpendapat masyarakat.

"Di situasi pandemi, kami perlu meluruskan info-info yang salah agar tidak membuat keresahan di masyarakat. Bukan untuk membatasi kebebasan berpendapat masyarakat," tutur Semmy.

Kemkominfo Lakukan Verifikasi

Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan. Liputan6.com/Andina Librianty
Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan. Liputan6.com/Andina Librianty

Menurutnya, dalam melawan informasi atau hoaks, Kemkominfo melakukan proses verifikasi.

"Tidak serta merta pemerintah melihat satu berita yang ditengarai hoaks langsung kami ambil langkah tanpa verifikasi. Kami selalu mengambil langkah-langkah verifikasi," katanya.

Artinya, ketika sebuah informasi diverifikasi sebagai tidak benar, barulah kementerian memberi stempel hoaks.

Alih-alih langsung menggunakan pendekatan hukum, menurut Semmy, Kemkominfo menekankan pendekatan literasi digital untuk membasmi hoaks dan disinformasi.

"Kami lakukan pendekatan lain sebelum hukum. Kami melakukan literasi digital dan memberikan pendidikan kepada masyarakat. Contohnya, apabila hoaks kami beri stempel, dengan stempel ini masyarakat bisa membandingkan," ujarnya.

Namun Semmy juga tidak memungkiri bisa saja menggunakan pendekatan hukum jika dirasa ada orang-orang yang memang sengaja membuat keonaran dengan hoaks.

"Kami baru lakukan tindakan hukum apabila itu meresahkan dan berakibat pada ketertiban umum. Itu biasanya polisi ambil langkah.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya