Google Akhirnya Setuju Bayar Hak Cipta Media di Prancis

Google bertekuk lutut pada media pers di Prancis.

diperbarui 22 Jan 2021, 20:50 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2021, 20:50 WIB
Kantor Baru Google di Berlin
Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Jakarta - Google bertekuk lutut pada media pers di Prancis. Raksasa mesin pencari itu bersama sekelompok surat kabar Prancis telah menandatangani perjanjian untuk pembayaran hak cipta digital atas berita.

Perjanjian ini merupakan kesepakatan pertama di Eropa setelah proses negosiasi berlangsung selama beberapa bulan.

Beberapa surat kabar Prancis menuntut pembayaran dari Google, karena mesin pencari itu menampilkan konten mereka dalam pencarian online secara otomatis, tanpa meminta izin lebih dulu, seperti dilansir DW, Jumat (22/1/2021). Hal itu menurut mereka menyentuh hak cipta digital.

Google pun akhirnya membuat perjanjian individual dengan beberapa surat kabar, termasuk harian nasional Le Monde dan Le Figaro.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pengakuan Hak-Hak Pers

Kantor Google Indonesia di SCBD.
Kantor Google Indonesia di SCBD. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Perjanjian tersebut ditandatangani dengan penengahan asosiasi penerbit Prancis Alliance de la Presse d'Information Générale (APIG). Menurut pernyataan bersama, Google akan membayar untuk menampilkan konten berita online media pers dalam pencarian internet.

Perjanjian dengan APIG menetapkan kerangka kerja bagi Google untuk melakukan negosiasi secara individual dengan surat kabar. Pembayaran akan didasarkan pada kriteria seperti volume publikasi harian, lalu lintas internet bulanan, dan "kontribusi untuk informasi politik dan umum".

Google dan APIG tidak mengatakan berapa tingginya pembayaran dan rincian penghitungannya. Ketua APIG Pierre Louette hanya mengatakan, kesepakatan itu merupakan "pengakuan efektif atas hak-hak pers dan dimulainya remunerasi mereka melalui platform digital untuk penggunaan publikasi online."

 

Hasil Negosiasi Berbulan-bulan

Google
Kantor pusat Google di Mountain View. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Langkah tersebut mengikuti negosiasi berbulan-bulan antara Google, penerbit Prancis, dan kantor berita tentang cara menerapkan aturan hak cipta Uni Eropa yang diperbarui, yang memungkinkan penerbit menuntut biaya dari platform online yang menampilkan konten atau kutipan berita mereka.

Pengadilan banding Paris pada Oktober 2020 memutuskan bahwa Google harus mencapai kesepakatan dengan penerbit berita Prancis berkaitan dengan undang-undang hal cipta yang baru di Uni Eropa itu.

Outlet berita secara konsisten menuntut Google membayar "kompensasi" dari penghasilan iklannya yang ditampilkan di samping hasil pencarian berita. Prancis adalah negara pertama di Uni Eropa yang memberlakukan undang-undang baru tersebut.

Google awalnya menolak mematuhi aturan itu, dengan mengatakan bahwa penerbit sudah mendapatkan keuntungan dengan menerima jutaan kunjungan ke situs web mereka.

Ancaman Google di Australia

Ilustrasi Mesin Pencari, Google Search
Ilustrasi Mesin Pencari, Google Search. Kredit: Photo Mix via Pixabay

Google mengirimkan ancaman kepada Australia bahwa perusahaan teknologi itu siap menyetop layanan pencarian mereka. Akar permasalahan adalah pemerintah Australia ingin Google membayar situs media secara adil. 

Dilansir BBC, Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan bahwa parlemen di Australia tidak akan gentar melawan ancaman Google.

Google bersikeras menolak RUU baru di Australia yang meminta perusahaan seperti Facebook dan Google mmembayar perusahaan media yang beritanya disebar di platform mereka.

"Jika versi RUU ini menjadi hukum, ini tidak memberikan kita pilihan lain selain menyetop ketersediaan Google Search di Australia," ujar Managing Director Google Australia Mel Silva kepada Senat Australia.

PM Morrison berkata, Australia dan parlemennya tidak gentar. Ia menyebut parlemen memiliki kekuatan untuk membuat aturan di Australia.

"Orang-orang yang ingin berurusan dengan itu, kami persilahkan. Tetapi kita tidak merespons pada ancaman-ancaman," ujarnya. 

Anggota parlemen lain pun mengecam tindakan Google sebagai tindakan bullying dari perusahaan teknologi besar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya