Google Ancam Setop Layanan di Australia karena Tolak Bayar Media, PM Morrison Tak Gentar

Google dan Australia sedang berseteru akibat permasalahan pembayaran berita.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Jan 2021, 14:37 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2021, 14:37 WIB
Kantor Google Indonesia di SCBD.
Kantor Google Indonesia di SCBD. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Liputan6.com, Canberra - Google mengirimkan ancaman kepada Australia bahwa perusahaan teknologi itu siap menyetop layanan pencarian mereka. Akar permasalahan adalah pemerintah Australia ingin Google membayar situs media secara adil. 

Dilansir BBC, Jumat (22/1/2021), Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan bahwa parlemen di Australia tidak akan gentar melawan ancaman Google.

Google bersikeras menolak RUU baru di Australia yang meminta perusahaan seperti Facebook dan Google mmembayar perusahaan media yang beritanya disebar di platform mereka.

"Jika versi RUU ini menjadi hukum, ini tidak memberikan kita pilihan lain selain menyetop ketersediaan Google Search di Australia," ujar Managing Director Google Australia Mel Silva kepada Senat Australia.

PM Morrison berkata, Australia dan parlemennya tidak gentar. Ia menyebut parlemen memiliki kekuatan untuk membuat aturan di Australia.

"Orang-orang yang ingin berurusan dengan itu, kami persilahkan. Tetapi kita tidak merespons pada ancaman-ancaman," ujarnya. 

Anggota parlemen lain pun mengecam tindakan Google sebagai tindakan bullying dari perusahaan teknologi besar.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Ancaman Sebelumnya

Kantor Baru Google di Berlin
Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Pada September 2020, Facebook mengancam bakal melarang warga Australia untuk berbagi berita di platform mereka lagi. Langkah itu merupakan protes terhadap RUU di Australia yang meminta Facebook membayar ke perusahaan berita untuk setiap konten yang diposting.

RUU itu menarget Facebook dan Google. Facebook tidak sepakat dan memilih menyetop warga Australia agar sekalian tak bisa menyebar link berita.

"Hari ini kami berbagi keputusan agar menyetop penerbit dan masyarakat untuk berbagi berita di Australia jika RUU itu menjadi hukum. Kami kecewa dengan hasil yang ada di Australia," ujar Campbell Brown, VP Global News Partnership di Facebook, Selasa 1 September 2020.

RUU itu muncul seiring adanya dampak negatif bagi media di Australia akibat pandemi COVID-19. Pemerintah dan perusahaan media Australia lantas menagih bayaran dari Facebook untuk konten berita yang diposting di platform mereka. 

Pejabat Facebook di Australia berkata RUU itu salah kaprah dan justru merugikan perusahaan berita. Penyetopan berbagi berita merupakan langkah terakhir jika RUU yang menuai polemik itu disahkan. 

"Mengasumsikan RUU ini menjadi hukum, kita dengan enggan akan menghentikan penerbit dan masyarakat Australia untuk berbagi berita lokal dan internasional di Facebook dan Instagram. Ini bukan pilihan pertama kita, ini pilihan terakhir," ujar Will Easton, Managing Director Facebook di Australia dan Selandia Baru.

Facebook berkata tiap tahunnya justru mendukung media mendapatkan klik. Selama lima bulan pertama di 2020, media Australia mendapatkan 2,3 miliar klik dari Facebook.

"Selama lima bulan pertama 2020, kami mengirimkan 2,3 miliar klik dari News Feed Facebook menuju situs-situs berita Australia secara gratis, trafik tambahan itu diperkirakan setara 200 miliar Australia kepada penerbit Australia," ujar Facebook.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya