Liputan6.com, Jakarta - Liputan6.com melakukan wawancara khusus dengan Managing Director Endeavor Indonesia, Wayah Wiroto. Dalam wawancara ini kami membahas beragam hal mengenai startup dalam program akselerator Endeavor Indonesia.
Dalam wawancara khusus ini ada banyak hal yang bisa kita ketahui tentang program akselerasi startup 'Endeavor ScaleUp Growth Program'.
Baca Juga
Wayah juga mengungkapkan tantangan terbesar yang dihadapi startup di tengah pandemi Covid-19 dan juga membocorkan sejumlah hal yang harus dilakukan sebuah startup agar bisa dilirik para investor.
Advertisement
Penasaran? Yuk, simak wawancara khusus berikut.
Endeavor Indonesia merupakan organisasi yang memimpin gerakan high impact entrepreneurship di seluruh dunia dengan membantu wirausahawan mengakselerasi pertumbuhan dan melipat gandakan dampaknya. Bagaimana kondisi Endeavor Indonesia menghadapi Pandemi Corona dibandingkan sebelum terjadi Corona?
Selama WFH (Work From Home), kami makin sibuk, karena kebetulan headquarter (HQ) kami di New York. Kalau dulu kan memang meeting secara face to face butuh waktu perjalanan, kalau sekarang dari meeting satu ke berikutnya tidak ada waktu perjalanan lagi.
Jadi, kadang-kadang dalam sehari full meeting bisa dari pagi sampe sore, bahkan kadang-kadang sampai malam jam 10 atau 11 karena koordinasi dengan (pihak) global. Malah sebulan sekali kami begadang sampai jam 5 pagi, karena ada International Selection Panel, dan kami harus mengikuti HQ, jadi waktunya mengikuti New York.
Banyak wirausahawan yang mengalami dampak cukup dalam karena Pandemi Corona, apa saja yang sudah dilakukan Endeavor Indonesia?
Model bisnis kami melalui mentoring atau advice dari mentor, peer-to-peer. Kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah diskusi one-on-one, memberikan advice mentoring, kemudian juga kelas fokus pada supply chain, marketing, sales, atau siasat melakukan resource saving. Jadi membahas mana yang kita perketat, mana yang harus kita fokuskan, apakah kita melakukan inovasi juga, adaptasi teknologi dan yang lainnya.
Advice seperti itu kami lakukan pada awal 2020 sampai saat ini, karena kekuatan kami dari sisi jaringan dan networks, kami bisa membawa example dari negara lain. Misalnya, dalam menghadapi pandemi, beradaptasi dengan pandemi, beradaptasi dengan teknologi, atau menggunakan teknologi online, karena internet economy kita kan sudah paling besar di ASEAN.
Secara tidak langsung pemerintah sudah memberikan sebuah infrastruktur agar para wirausahawan dapat beradaptasi. Jadi, para entrepreneur itu bisa shift atau beradaptasi dengan menggunakan teknologi. Salah satu yang paling penting beradaptasi selama pandemi itu adalah business model yang berbasis teknologi.
Sebelum Pandemi Corona, komunitas entrepreneur dalam Endeavor Indonesia sangat produktif dan membangun ekosistem yang dinamis, bagaimana kondisinya sekarang?
Secara prinsip, kondisi kami tidak banyak berubah selama pandemi atau sebelum pandemi. Bahkan, selama pandemi kami lebih banyak kegiatanya karena tidak ada lagi offline activity, semuanya secara online, sehingga kami juga lebih efektif dan produktif.
Endeavor sendiri berpusat di New York dengan perwakilan ada di 40 negara dengan 500 orang secara keseluruhan, dan di Indonesia ada delapan orang. Namun kami memiliki jaringan entrepreneur dan mentor yang sudah kami seleksi dengan empat tahapan yang sangat ketat. Saat ini, ada sekitar 60 ribuan yang terseleksi, tapi hanya 2.200 yang diterima Endeavor global.
Di tengah Pandemi, Endeavor Indonesia masih mampu menggelar program Endeavor ScaleUp Growth untuk 12 startup yang terpilih. Bisa dijelaskan, apa visi dan misi dari program ini?
Jadi, kami memiliki visi untuk menjadi sebuah network bagi para high impact entrepreneurship. High impact entrepreneurship adalah definisi kami untuk wirausahawan yang bisnisnya bisa berdampak terhadap banyak orang, karena job opportunity atau berdasarkan revenue yang mereka capai, karena dengan seperti itu dampak untuk mengubah ekonomi jadi lebih cepat.
Jadi, model bisnis kami itu tidak untuk semua entrepreneur, namun startup yang baru mulai, belum bisa masuk ke program kami, karena masih terlalu dini. Yang masuk tahapan kami itu sudah mendapatkan revenue USD 2 juta dalam satu tahun.
Kenapa? karena resource kami terbatas, seperti yang saya katakan, kami dibantu oleh mentor dan network, tapi kalau kami harus memberikan mentoring pada very start early stage, itu akan sangat susah dampaknya. Sebab, di early stage masih ada kemungkinan untuk pivot atau berubah, baik modelnya atau hal lainnya.
Kalau untuk latest stage seperti yang di tempat kami, berarti model bisnisnya sudah baku, sudah lebih pasti, sudah lebih menjanjikan untuk bisa dikembangkan atau diperluas lagi. Kami sangat berharap dari yang tadinya revenue USD 2 juta bisa berkembang jadi USD 50 juta per tahun atau lebih besar lagi, karena bisnis modelnya sudah kuat.
Apa alasan Endeavor Indonesia memilih 12 startup tersebut untuk masuk ke dalam program ini (Buttonscarves, Evermos, Feelwell, Flip, Logisly, Meyer Food, Otoklix, Pintek, Sampingan, SurveySensum, SweetEscape, dan Xurya)?
Program kami ini agak unik dibandingkan program akselerator lain. Program kami non-dilutif, di mana kami tidak memberikan investasi pada peserta startup dalam program ini. Kami menjaga independensi, sehingga mentor atau advice-nya bisa difokuskan pada kepentingan entrepreneur-nya sendiri.
Untuk tahapan ini kami belum berani menerima lebih dari 12 startups, karena kami sudah mengkalkulasikan 12 startups ini sudah cukup padat untuk program yang akan dijalaninya.
Kriterianya sendiri yang pertama adalah profil enterpreneur. Mereka harus mempunyai ide yang besar, big think, kemudian para pemimpinnya memiliki potensi lebih besar lagi atau leadership potential.
Kedua, ecocystem impact yaitu dampak positif pada ekosistem dari sisi bisnis dan dari sisi leader-nya juga. Selain itu, mereka harus komitmen untuk mengikuti program ini selama tiga bulan, karena business model kami menggunakan mentor, mereka harus juga open terhadap advice, willing to give back, bersedia untuk berbagi.
Ketiga dari sisi Innovation, ide apa saja yang sudah diterapkan, bagaimana bisnis mereka sukses menghadapai kompetisi di pasar, ketertarikan bisnis mereka terhadap para investor, rekam jejak bisnis, dan business model-nya yang membuktikan ini sebuah bisnis yang bisa scaleup.
Adapun kriteria minimunnya yakni minimal startup yang terpilih sudah harus 2 tahun beroperasi sekaligus memiliki pendapatan minimal atau lebih besar dari USD 2 juta.
Akselerator Non-Dilutif
Berapa lama program ini akan berlangsung, dan bekal apa saja yang akan didapat ke-12 startups tersebut selama menjalani program ini?
Mereka akan menjadi peserta ScaleUp Growth Program selama tiga bulan ke depan, dimulai dari 1 Juli kemarin. Mereka akan mendapatkan coaching dan mentoring. Selain itu, mendapatkan bantuan memperoleh jaringan untuk fundraising.
Jadi, kalau misalnya mau fundraising berikutnya, kami memiliki jaringan fundraising di Indonesia, Singapura, San Fransisco, dan London. Kami memberikan bantuan dalam arti mengkoneksikannya dengan para investor.
Apa yang Endeavor Indonesia harapkan dari mereka usai mengikuti program ini?
Sebetulnya, kembali ke basic. Jadi, para startup ini untuk mengikuti program akselerator fokusnya adalah agar bisnisnya bisa bertahan dalam kompetisi di pasar. Kalau di tempat kami, selain bertahan di kompetisi, kami juga ingin startup ini bisa scaleup lebih besar lagi--bisa berkembang jauh lagi--tidak hanya di Indonesia, regional, tapi juga global expansion.
Tentunya, dalam waktu tiga bulan belum tentu semua bisa seambisus mencapai target tersebut, tapi kami sangat berharap berdasarkan diskusi, mentoring advice dari Endeavor Buddy selama tiga bulan ini, mereka bisa mengatasi business challenge yang mereka hadapi.
Jadi, sadi salah satu persyaratan masuk itu mereka harus bisa mendefinisikan business challengge, semakin detail mereka bisa menceritakan kesulitan mereka. Program kami dampaknya akan semakin positif terhadap mereka sendiri.
Program ini merupakan akselerator non-dilutif, sehingga tidak menyertakan modal bagi startup yang terpilih. Lantas, seperti apa program yang akan dikembangkan nantinya, mengingat ini yang pertama kali dilakukan?
Untuk non-dilutif, kenapa kita berfokus seperrti itu, karena kami ingin menjadi mitra yang terbaik dan netral tanpa conflict of interest. Jadi, kami bisa memberikan service maupun masukan mentornya itu benar-benar fokusnya untuk menomorsatukan para entrepreanur ini, mendukung apa yang terbaik untuk mereka, sehingga bisnisnya bisa tumbuh.
Untuk ke depannya, program kami bisa dikembangkan untuk para wirausaha yang basically ingin memasuki tahap scalling up. Program-program ini bisa difokuskan untuk vertikal tertentu, misalnya di masa yang akan datang akan ada yang fokus untuk healthcare atau agricultrure.
Advertisement
Tantangan Terbesar di Tengah Pandemi
Apa tantangan terbesar yang dihadapi para startup Indonesia untuk melakukan scale-up, terutama di masa pandemi saat ini?
Tantangan terbesarnya yang paling pertama tentunya karena perubahan dari pasar disebabkan oleh regulasi yang terjadi selama pandemi, contohnya lockdown. Pada saat ini perilaku pasar akan berubah, yang normalnya bisa belanja face to face, sekarang sudah berubah. Malah di new normal ini, banyak orang melakukan pembelajaan via online.
Yang perlu dihadapi dengan cepat, beradaptasi dengan teknologi itu sudah keharusan oleh sebuah startup. Teknologi based itu harus ada, apa pun yang digunakan untuk menolong atau mempersingkat jarak antara produsen dan konsumen.
Kedua, inovasi-inovasi yang harus dijalankan oleh founder itu harus terus dijalankan. Bukan berarti menghadapi masalah pandemi, inovasi itu tidak dijalankan atau tidak dipersiapkan. Jadi, mengantisipasi perilaku konsumen, mengantipasi perubahan pasar 3 bulan sampai 6 bulan, even satu tahun ke depan itu sangat penting.
Saya tahu ini bukan hal yang gampang dilakukan, karena untuk dilakukan dalam kondisi sekarang saja sudah mengambil energi 100 persen, tapi supaya bisa rebound lebih cepat, kemampuan untuk melihat opportunity di masa yang akan datang ini harus dipersiapkan dengan baik.
Kategori startup seperti apa yang paling dincar venture capital? Kapan waktu yang tepat bagi startup untuk memperoleh pendanaan?
Secara umum, para investor ada berbagai macam jenis, ada yang seed, growth, later stage, terus yang semakin besar itu ada venture capital yang berubah menjadi private equity. Nah, secara umum yang menentukan kapan mereka akan masuk, itu adalah enterpreneur-nya sendiri, karena mereka yang menentukan sendiri apakah saya membutuhkan modal tambahan lagi untuk bekerja atau tidak.
Pada saat seperti itu mereka akan memutuskan seperti apa, misalnya runway saya dalam waktu 12 bulan ke depan modalnya sudah habis, jadi saya membutuhkan dana baru. Jika demikian, enam bulan sebelumnya harus mulai sharing atau mempresentasikan kepada siapa yang akan menjadi investor untuk tahap round berikutnya.
Jumlah (investasi ) itu juga bukan ditentukan investor, tapi ditentukan entrepreneur-nya sendiri berdasarkan valuasi dan kebutuhan dana untuk modal kerjanya. Kalau entrepreneur tidak tahu kapan harus cari fund itu bahaya sekali, karena fundraising lewat private equity itu kan melepaskan sebagian saham kepemilikian founder. Kalau makin sering fundraising, kepemilikan sahamnya akan semakin kecil.
Kembali pada startup yang diincar venture capital, itu berbeda-beda. Pada tahap awal, biasanya dari sisi pendiri (yang jadi pertimbangan), karena pada tahap awal kita tidak memiliki track record yang panjang. Jadi, biasanya sebelum ada revenue, dilihat dari penemunya dan idenya. Idenya seperti apa, pasarnya seperti apa, dan apakah idenya memiliki inovasi tinggi atau tidak.
Sementara pada saat post revenue, selain dinilai dari pendiri, tapi juga traction dan eksekusi. Jadi sampai sejauh mana ini pertumbuhannya, apakah cepat atau so so saja? Semakin tinggi growth-nya akan semakin bagus, itu indikator awal.
Ya, tentunya para venture capital ini akan melakukan due dilligence yang dalam sekali sebelum melakukan investasi.
Ada rencana untuk merangkul startup di daerah agar mereka bisa lebih berkembang? Dan Bagaimana prospek industri startup Indonesia ke depannya?
Sebetulnya, kami tidak memilih berdasarkan lokasi, tapi seperti yang sudah saya terangkan, kami melihatnya dari sisi revenue, sisi growth maupun pendanaan. Unfortunately, model kami ini untuk membutuhkan at least revenue atau pendanaan USD 2 juta per tahun. Pada saat ini, startup yang size-nya seperti ini berbasis di Jakarta, atau di kota besar lain, seperti Bandung, Surabaya, dan Bali.
Ke depannya, kami sangat mengundang sekali kalau misalnya database kami belum bisa menjaring kota di luar jawa atau di luar kota besar Jawa, kami sangat terbuka kepada mereka untuk hadir maupun mendaftar di situs Endeavor Indonesia.
Mereka dapat berdiskusi dengan kami saja dulu. Kalau memang size-nya belum masuk, minimal kontaknya sudah ada dan kami bisa menerangkan supaya mereka bisa eligible masuk dalam program ini. Tahun ini, program ScaleUp Growth pasti ada yang kedua dan tahun depan akan ada tiga program yang berjalan.
(Dam/Isk)