Bukalapak Bakal Tindak Pelapak yang Jual Obat Covid-19 Kelewat Mahal

Bukalapak memastikan pihaknya akan mendukung kebijakan pemerintah lewat Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi Covid-19.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 06 Jul 2021, 12:29 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2021, 12:29 WIB
Bukalapak
Logo baru Bukalapak. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Bukalapak dipastikan mendukung kebijakan pemerintah lewat Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen sekaligus memutus rantai penyebaran Covid-19.

Menurut AVP Marketplace Strategy & Merchant Policy Bukalapak, Baskara Aditama, Bukalapak sebenarnya memperbolehkan pelapak menentukan harga produk dan strategi penjualan, tapi tetap mematuhi aturan yang berlaku di platform tersebut.

"Jika terindikasi melanggar, tentunya akan kami tindak dengan cara memblokir akun penjual dan atau barang yang melanggar tersebut," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (6/7/2021).

Selain itu, Bukalapak juga akan menindak penjual yang memasarkan obat-obatan, seperti Avigan, Remdesivir, Immunoglobulin, Ivermectin, serta obat lain terkait Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan.

Baskara menuturkan, Bukalapak akan melakukan monitoring secara berkala terhadap obat-obatan tersebut dan akan melakukan pemblokiran jika ada pelapak yang memasarkannya.

"Sesuai anjuran pemerintah juga, masyarakat yang ingin mendapatkan obat-obatan ini sebaiknya membeli lewat jalur resmi seperti di apotek atau faskes yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan resep dokter jika diperlukan," ujar Baskara menuturkan.

Cara ini diambil Bukalapak untuk mencegah para oknum memanfaatkan situasi pandemi meraup keuntungan tidak wajar dan menghalangi akses masyarakat dalam penggunaan alat kesehatan.

Oleh sebab itu, selain obat-obatan, Bukalapak juga melakukan pengawasan dan pemblokiran untuk penjualan alat kesehatan dengan harga tak wajar, seperti tabung oksigen atau masker.

Pengguna pun bisa melaporkan via BukaBantuan apabila menemukan ada penjualan barang-barang terkait penanganan Covid-19 dengan harga tidak normal.

CEO Bukalapak: Kami Sudah All-Commerce, Bukan Cuma E-Commerce

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin saat diwawancarai media usai Perayaan 10 Tahun Bukalapak. (Liputan6.com/ Agustin Setyo W)
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin saat diwawancarai media usai Perayaan 10 Tahun Bukalapak, Jumat (10/1/2010). (Liputan6.com/ Agustin Setyo W)

Di sisi lain, CEO Bukalapak, Rachmat Kaimuddin menuturkan, Bukalapak saat ini sudah tak lagi sekadar e-commerce, tapi all-commerce atau menjangkau seluruh kanal. Hal itu bukannya tanpa alasan sebab Bukalapak memang kini menaungi pelapak (merchant online) dan Mitra Bukalapak (warung offline).

"Akhir 2020, (Bukalapak) punya 6,5 juta (online merchant) dan warung offline (Mitra Bukalapak) 7 juta. Total UMKM di bawah ekosistem Bukalapak ada 13,5 juta pada akhir 2020. Jadi bisa dibilang kami ini bukan cuma e-commerce, tapi sudah all-commerce," tutur Rachmat saat bertemu dengan Liputan6.com, Jumat (2/7/2021).

Lebih lanjut Rachmat menuturkan, Bukalapak memang ingin membuat UMKM naik kelas, bukan lagi membakar uang. Terlebih data menunjukkan transaksi e-commerce di Indonesia belum terlalu signifikan dibanding transaksi ritel.

"Business model kami tidak mau ikut seperti itu (membakar uang)," tuturnya. Menurut Rachmat, transaksi e-commerce di Indonesia masih sekitar 5 hingga 10 persen, sedangkan 95 persen transaksi masih terjadi di offline dengan 66 hingga 75 persen terjadi di warung.

Berdasarkan data pula, 70 persen transaksi e-commerce terjadi di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang. Padahal penduduk di lima kota besar itu hanya 10 persen dari populasi Indonesia secara keseluruhan, sehingga masih ada potensi untuk melayani 90 persen sisanya.

Rachmat menuturkan, Bukalapak merasa online marketplace tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Karenanya pada 2016 atau 2017, Bukalapak melakukan perubahan bisnis dengan menghadirkan Mitra Bukalapak.

"Kami ingin warung itu naik kelas biar modern. Sebab, warung itu masih memiliki masalah seperti berupa bisnis individual dan tidak tersentuh teknologi. Untuk itu, kami membuatkan aplikasinya dan menawarkan solusi untuk warung menjadi modern," ujar Rachmat.

Toko Modern Menurut Bukalapak

Adapun kategori modern yang dimaksud Bukalapak, menurut Rachmat, adalah bisa melayani transaksi virtual atau digital, tidak hanya menjual barang fisik. Jadi bisa melayani transaksi pembayaran listrik, pajak, utilitas, pulsa, tagihan, termasuk voucher game.

"Kedua, toko modern mempunyai keunggulan supply chain logistic modern dan efisien," tuturnya melanjutkan. Untuk melakukan hal tersebut, Bukalapak pun membuat supply chain untuk membantu agar warung bisa mendapatkan harga bagus dengan sistem negosiasi pada principal wholesale.

Selain itu, warung modern juga dapat memberikan layanan tambahan. Sebagai contoh, di sektor perbankan, warung bisa menjadi agen Laku Pandai layanan keuangan tanpa kantor dari Bank Mandiri.

"Jadi, warung bisa melayani banking process. Dalam hal ini emiten, ada 100 ribu agen Laku Pandemi melayani pengiriman uang. Kalau bank punya cabang fisik di 35.000 titik, dalam setahun terakhir, kami sudah punya tiga kali dari bank," tutur Rachmat menutup pernyataannya.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya