Sanksi Pelanggaran UU PDP, Ada Administratif dan Pidana

Menkominfo Johnny G. Plate mengungkapkan sanksi yang diterapkan bagi pelanggar UU PDP.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 21 Sep 2022, 13:29 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2022, 13:29 WIB
Menkominfo
Menkominfo saat di Kantor Menkominfo, Selasa (20/9/2022). (Liputan6.com/ Agustinus Mario Damar)

Liputan6.com, Jakarta - Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Johnny G. Plate menyatakan dengan disahkannya UU PDP (Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi) merupakan langkah awal dari pelindungan data pribadi yang makin baik.

UU PDP yang terdiri dari 16 Bab dan 76 Pasal, menurut Menkominfo, mengatur hal-hal mendasar untuk melindungi data pribadi individual. Salah satu pokok yang juga diatur dalam UU ini adalah pengenaan sanksi.

Menkominfo menuturkan, ada dua jenis sanksi bagi pelanggar aturan PDP, yaitu sanksi administratif dan pidana.

Sesuai pasal 57 UU PDP, sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, dan/atau denda administratif.

"(Denda administratif) paling tinggi dua persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran," tutur Menkominfo dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Kominfo.

Lebih lanjut Johnny menjelaskan, sanksi tersebut dikenakan bagi pengendali atau pemroses data pribadi yang melanggar ketentuan UU PDP, seperti mtidak memproses data pribadi sesuai tujuannya dan tidak mencegah akses data tidak sah.

Sementara untuk sanksi pidana, Menkominfo merujuk pada pasal 67 sampai dengan 73 UU PDP. Ia menuturkan, sanksi pidana akan dikenakan bagi orang perseorangan atau korporasi yang melakukan perbuatan terlarang.

"(Sanksi) yang pertama pidana denda maksimal Rp 4 miliar hingga Rp 6 miliar dan pidana penjara maksimal 4 hingga 6 tahun," tutur Johnny. UU PDP turut mengatur soal persetujuan penggunaan data pribadi hanya dilakukan melalui consent pemilik data pribadi.

 

Sanksi Lain

Menkominfo Johnny G. Plate
Menkominfo Johnny G. Plate. Dok: kominfo.go.id

Untuk itu, UU PDP jelas melarang pengumpulan data pribadi yang bukan miliknya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dan memalsukan data pribadi untuk keuntungan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Selain itu, UU PDP Pasal 69 juga mengatur pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana maupun pembayaran ganti kerugian.

"Dalam Pasal 70 UU PDP terdapat pengenaan pidana denda 10 kali lipat dari pidana asli beserta penjatuhan pidana tambahan tertentu lainnya jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi," tutur Menkominfo menjelaskan.

Menkominfo juga menuturkan, tindakan memalsukan data pribadi dipidana 6 tahun dan/atau denda sebesar Rp 60 miliar. Lalu, menjual atau membeli data pribadi dipidana 5 tahun atau denda sebesar Rp 50 miliar.

"Ketiga, pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran korporasi," tuturnya menutup pernyataan.

Sah, RUU PDP Resmi Jadi Undang-Undang

Ilustrasi data pribadi
Ilustrasi data pribadi. Dok: betanews.co

Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akhirnya disahkan sebagai Undang-Undang (UU) dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta pada Selasa (20/9/2022).

"Selanjutnya kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus dalam rapat tersebut.

Pertanyaan tersebut disambut dengan persetujuan oleh anggota yang hadir dalam rapat tersebut, seperti dikutip dari siaran langsung di YouTube DPR RI.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate dalam pendapat akhirnya, mewakili Presiden Joko Widodo, menyatakan terima kasih dan apresiasinya terhadap persetujuan ini.

"Hari ini merupakan momentum bersejarah dan ditunggu-tunggu, oleh berbagai lembaga negara, penegak hukum, sektor usaha, ekosistem digital, platform dan media sosial, serta oleh segenap elemen masyarakat Indonesia," kata Menkominfo Johnny.

Johnny dalam kesempatan tersebut mengatakan, pengesahan RUU PDP menjadi UU PDP, merupakan wujud nyata pengejawantahan amanat UUD RI 1945, khususnya Pasal 28 G Ayat 1.

Menkominfo mewakili Presiden Joko Widodo, lebih lanjut menyampaikan terima kasihnya kepada DPR RI atas disahkannya UU PDP.

"Disahkannya RUU PDP menjadi Undang-Undang hari ini, menandai era baru dalam tata kelola data pribadi di Indonesia, khususnya di ranah digital," imbuh Johnny.

Seperti diketahui, pengesahan UU PDP ini dilakukan di tengah ramainya kebocoran data yang terjadi selama beberapa pekan terakhir, khususnya pembocoran data pejabat oleh peretas yang mengatas namakan dirinya sebagai Bjorka.

DPR Sahkan RUU PDP Selasa 20 September 2022

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 20 September 2022.

“Hasil rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan rapat pimpinan (Rapim) DPR memutuskan membawa RUU PDP ke Rapat Paripurna besok (hari ini) untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Puan di Jakarta, Senin 19 September 2022.

Pembicaraan tingkat II atau Pengambilan Keputusan atas RUU PDP akan digelar dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan Tahun Sidang 2022-2023. Ia berharap, beleid baru tersebut akan melindungi setiap warga negara dari segala bentuk penyalahgunaan data pribadi.

“Pengesahan RUU PDP akan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam melindungi data pribadi warga negaranya dari segala bentuk kejahatan di era digital sekarang ini,” katanya menegaskan.

Puan menjelaskan naskah final RUU PDP yang telah dibahas sejak tahun 2016 itu terdiri dari 371 Daftar Inventarisasi malah (DIM) dan menghasilkan 16 Bab serta 76 pasal.

Jumlah pasal di RUU PDP ini bertambah 4 pasal dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019 yakni sebanyak 72 pasal.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya