Liputan6.com, Jakarta - Transaksi keuangan menggunakan uang elektronik dinilai menawarkan banyak manfaat, seperti proses yang cepat dan mudah serta riwayat transaksi yang tercatat rapi.
Namun, di balik semua kemudahan itu, jangan sampai mengabaikan keamanan data pribadi karena seiring tingginya transaksi uang elektronik juga berpotensi meningkatkan tindak kejahatan siber.
Baca Juga
Head of Digital Marketing Chronox, Idul Futra, mengatakan pertumbuhan transaksi belanja menggunakan uang elektronik sudah menjadi tren dan keseharian.
Advertisement
“Uang elektronik atau e-money banyak menawarkan kemudahan, seperti transaksi bisa dilakukan jarak jauh, tak perlu membawa banyak uang tunai di dompet, transaksi bisa dilakukan lebih cepat, dan segala transaksi tercatat rapi lewat riwayat yang ada,” ujarnya dalam webinar bertema 'Mudahnya Transaksi Digital dengan Uang Elektronik' di Pontianak, dikutip Senin (10/10/2022).
Sementara itu, dalam Webinar yang diselenggarakan Kemkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi ini, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, Rocky Prasetyo Jati, menyarankan pengguna untuk memakai situs web yang terpercaya.
Selain itu, pelajari platform digital dengan baik dan memastikan koneksi internet aman dan lancar tak ada kendala. Selain itu, disarankan untuk tidak menggunakan jaringan Wi-Fi publik yang gratis.
“Jangan lupa untuk aktif rajin mengganti kata sandi dan menerapkan two factor authentication atau pengamanan dua langkah (verifikasi). Lalu, gunakan saldo yang ada sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Modus Kejahatan
Kemudian, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nuswantoro, Astini Kumalasari, mengingatkan bahwa seiring tingginya transaksi keuangan secara elektronik juga berpotensi meningkatkan tindak kejahatan siber.
Beberapa modus yang kerap digunakan pelaku kejahatan keuangan secara online adalah dengan metode skimming, yaitu pencurian data informasi pribadi pada kartu debit seseorang.
Cara lainnya yang juga banyak dipakai pelaku kejahatan adalah metode phishing atau pengelabuan lewat e-mail, SMS, atau web palsu.
“Ada pula yang menggunakan metode SIM swap dengan mengambil alih nomor telepon seluler korban dan menggunakannya untuk mengakses layanan keuangan milik korban,” Dian mengungkapkan.
Advertisement
Penggunaan Uang Elektronik
Mengutip data Hootsuite per Februari 2022, pengguna internet di Indonesia di rentang usia 16 tahun sampai 64 tahun tercatat menggunakan layanan keuangan online.
Dari rentang usia tersebut, sebanyak 28,8% menggunakan situs perbankan, investasi, asuransi, dan aplikasi seluler setiap bulan. Lalu, sebanyak 21,6% menggunakan layanan mobile payment dan sebanyak 16,4% memiliki aset kripto.
Masih di rentang usia yang sama, sebanyak 60,6% membeli produk secara online dan 18,3% menggunakan layanan online price comparison, dan sebanyak 43,3% menggunakan layanan pay later.