Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelecehan seksual berbasis gender di Indonesia meningkat, termasuk yang terjadi di ruang digital.
Berdasar catatan tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pada 2021, kekerasan berbasis gender meningkat 50 persen dibanding tahun sebelumnya pada 2020 yang sebanyak 338.496 kasus.
Baca Juga
Dalam webinar bertema 'Stop di Kamu! Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital' di Pontianak, belum lama ini, Jawara Internet Sehat Provinsi Gorontalo, Julianur Rajak Husain, memaparkan sejumlah jenis pelecehan seksual yang kerap terjadi di ruang digital.
Advertisement
"Beberapa jenis kekerasan seksual tersebut adalah revenge porn (motif balas dendam dengan menyebarkan foto pornografi korban); morphing (mengubah suatu gambar atau video dengan tujuan mempermalukan korban); dan sexting (pengiriman gambar atau video porno kepada korban)," Julianur menjelaskan.
"Ada juga impersonation (mengambil identitas orang lain dengan tujuan mengakses informasi pribadi, mempermalukan, menghina korban, dan membuat identitas palsu)," sambungnya.
Ia mengimbau, agar aman dari ancaman kekerasan berbasis gender di ruang digital, jaga data pribadi dengan tidak menyebarkan ke orang lain atau ke media sosial.
"Selalu waspada apabila mendapat tautan tak dikenal dari orang yang tak dikenal pula,” ucap Juliarnur menambahkan dalam webinar yang digelar Kominfo bersama GNLD Siberkreasi ini, dikutip Sabtu (19/11/2022).
Â
Data Pribadi Harus Jadi Rahasia
Terkait data pribadi yang berpotensi dijadikan pintu masuk kejahatan seksual berbasis gender, menurut entrepreneur sekaligus dosen, Dian Ikha Pramayanti, hal yang tak boleh dibagikan ke ruang digital adalah nama lengkap, data lokasi, data keuangan pribadi, riwayat kesehatan, alamat email, nomor kartu identitas, dan tanggal lahir.
“Jangan membuka tautan asing yang tak dikenal dari seseorang. Lalu, gunakan kata sandi yang kuat yang berupa kombinasi huruf dan angka. Selebihnya adalah hindari penggunaan jaringan WiFi publik,” kata Dian.
Ia menyebut, terkait aktivitas di media sosial, sebaiknya tidak memamerkan foto anak di berbagai platform media sosial yang ada.
"Selain itu, jangan pula mencantumkan lokasi pengambilan foto. Begitu juga dengan identitas anak sebaiknya tidak disebar di ruang digital," pungkasnya.
Â
Advertisement
Pentingnya Etika Digital
Sementara itu, Fasilitator Media Sosial dan Konten Produksi Tular Nalar, Krisna Aditya, mengingatkan kembali pentingnya menegakkan etika digital di ruang digital.
Dasar penggunaan media sosial adalah menjaga privasi, menjaga keamanan akun, menghindari kabar bohong, dan tidak turut menyebarkan ujaran kebencian.
“Internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana apabila teknologi yang mengendalikan jiwa penggunanya. Etika digital ditawarkan sebagai pedoman menggunakan platform digital secara sadar dan penuh tanggung jawab,” kata Krisna.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kominfo, diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya, yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Â
Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Advertisement