Respons DPR, Komnas HAM, hingga Psikologi Forensik soal Kasus Asusila Eks Kapolres Ngada

Anggota DPR geram terhadap mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma yang melakukan perbuatan dugaan narkoba dan asusila terhadap anak di bawah umur.

oleh Arviola Marchsyalina Syurgandari Diperbarui 14 Mar 2025, 13:45 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2025, 13:45 WIB
Eks Kapolres Ngada
Tampang Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadhamar Lukman Sumaatmaja. (Liputan6.com/ Ola Keda)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Selly Andriany Gantina geram terhadap mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang melakukan perbuatan dugaan narkoba dan asusila terhadap anak di bawah umur.

Dia berharap Propam Polri memberikan hukuman maksimal kepada AKBP Fajar.

"Harus di hukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh," kata Selly dalam keterangannya, Selasa 11 Maret 2025.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga turut angkat bicara terkait kasus ini. Mereka mendesak agar mantan Kapolres Ngada dikenai sanksi etik dan pidana atas dugaan penyalahgunaan narkoba dan pencabulan anak.

"Mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan dengan perlunya sanksi etika dan pidana atas pelecehan seksual dan/atau tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh Kapolres non-aktif Ngada," tegas Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sangat fasih atau terbiasa melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hal itu terbukti dari jumlah korbannya.

"Langsung tiga anak dalam satu episode tunggal, mengindikasikan level keberanian dan kefasihan FW dalam melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Sehingga, patut diduga ada anak-anak lain yang juga telah dimangsa oleh FW," tutur Reza Indragiri dalam keterangannya, Kamis 13 Maret 2025.

Menurutnya, AKBP Fajar juga dikabarkan pernah membayar perempuan dewasa untuk layanan seksual. Kondisi tersebut menunjukkan selera asusila terhadap anak-anak tidaklah bersifat eksklusif.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait kasus tindak pidana asusila Kapolres Ngada, dihimpun oleh Tim News Liputan6.com:

DPR Minta AKBP Fajar Dihukum Maksimal

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba dan pencabulan anak di bawah umur.
Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba dan pencabulan anak di bawah umur. (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)... Selengkapnya

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Selly Andriany Gantina geram terhadap mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang terbukti melakukan perbuatan dugaan narkoba dan asusila.

"Harus di hukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh," kata Selly dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

Merujuk dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang TPKS serta UU no 35 tahun 2009 tentang Narkotika, mantan Bupati Cirebon itu mendesak hukuman maksimal wajib diberikan.

Secara teperinci Selly menuturkan jeratan pasal 13 UU TPSK bisa diberikan kepada Kapolres dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Namun karena pelaku adalah Pejabat daerah dan keluarga, maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun. Serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun.

Selain berkaca dari konsumsi narkotika yang ada, maka dirinya melanggara pasal 127 ayat 1 sebagaimana UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

"Artinya bila di juncto kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly.

Ia juga mengiatkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh dibiarkan terjadi di institusi mana pun.

Terlebih kejahatan ini masuk dalam lingkup aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan.

"Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak, sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan," jelas dia.

Harus Dikenakan Pelanggaran Pidana

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak. Sumber: Istimewa... Selengkapnya

Anggota Komisi III DPR RI, Dewi Juliani mengecam keras tindakan AKBP fajar lantaran dugaan perbuatan yang dilakukan terkait narkoba dan asusila tersebut. Menurut dia, ini bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap kepolisian.

"Saya mengecam keras tindakan AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ini bukan sekadar pelanggaran kode etik, tetapi kejahatan serius yang mencoreng institusi Polri dan merusak kepercayaan publik.," kata dia dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

Karena itu, Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini mendesak diberlakukan tindak pidana jika yang bersangkutan memang terbukti melakukan kedua perbuatan tersebut.

"Oleh karena itu, penegakan hukum pidana harus dilakukan secara transparan dan tanpa pandang bulu," jelas Dewi.

Dia berpandangan, jika hanya sanksi etik tidak cukup untuk menghentikan impunitas dalam kasus ini. Perbuatan AKBP Fajar jika terbukti merupakan tindak pidana berlapis yang harus diusut secara menyeluruh.

"Kami di Komisi III DPR RI akan terus mengawal kasus ini agar hukum benar-benar ditegakkan. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku kejahatan berat, terlebih jika pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri. Keadilan harus dipulihkan, baik bagi korban maupun demi menjaga martabat institusi Polri," jelasnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Propam Polri agar segera memecat dan memidanakan pelaku dengan pasal berlapis jika memang terbukti.

Lebih lanjut, Politikus NasDem ini pun meminta agar penanganan kasus ini bisa berjalan cepat dan transparan. Ia menyebut persepsi masyarakat bergantung pada cara penanganan Polri.

 

Komnas HAM Desak Sanksi Ganda untuk Mantan Kapolres Ngada

Ilustrasi garis polisi. (Liputan6.com/Raden Trimutia Hatta)
Ilustrasi garis polisi. (Liputan6.com/Raden Trimutia Hatta)... Selengkapnya

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut angkat bicara terkait kasus ini. Mereka mendesak agar mantan Kapolres Ngada dikenai sanksi etik dan pidana atas dugaan penyalahgunaan narkoba dan pencabulan anak.

"Mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan dengan perlunya sanksi etika dan pidana atas pelecehan seksual dan/atau tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh Kapolres non-aktif Ngada," tegas Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.

Komnas HAM juga meminta perlindungan bagi saksi dan korban, serta pemulihan bagi korban pencabulan melalui layanan psikologi, restitusi, dan kompensasi. Mereka menekankan pentingnya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang, khususnya di lingkungan kepolisian, melalui uji narkoba rutin dan asesmen psikologi berkala.

"Komnas HAM memandang anak-anak merupakan korban yang rentan mengalami tindakan kekerasan, pelecehan seksual dan/atau pencabulan yang mengakibatkan pelanggaran HAM. Anak-anak menjadi salah satu kelompok rentan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan," jelas Uli dikutip dari Antara, Kamis (13/3/2025).

Uli menambahkan bahwa pencabulan, khususnya terhadap anak di bawah umur, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 52 ayat (1) UU HAM mengatur hak anak atas perlindungan, sementara Pasal 52 ayat (2) menegaskan hak anak sebagai HAM yang dilindungi hukum sejak dalam kandungan. Perlindungan khusus terhadap anak dari kejahatan seksual juga diatur dalam Pasal 15 huruf f UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap kasus ini untuk memastikan penegakan hukum berjalan baik dan hak-hak anak terlindungi. Mereka memastikan pemulihan korban menjadi prioritas utama. Komnas HAM juga mendesak agar kepolisian melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

 

Reza Indragiri Sebut Eks Kapolres Ngada Fasih Lakukan Pencabulan Anak

Ilustrasi Pelecehan Pencabulan Anak
Ilustrasi Pelecehan Seksual/Pencabulan. (Freepik/Jcomp)... Selengkapnya

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sangat fasih atau terbiasa melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hal itu terbukti dari jumlah korbannya.

"Langsung tiga anak dalam satu episode tunggal, mengindikasikan level keberanian dan kefasihan FW dalam melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Sehingga, patut diduga ada anak-anak lain yang juga telah dimangsa oleh FW," tutur Reza Indragiri dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).

Menurutnya, AKBP Fajar juga dikabarkan pernah membayar perempuan dewasa untuk layanan seksual. Kondisi tersebut menunjukkan selera asusila terhadap anak-anak tidaklah bersifat eksklusif.

"Tambahan lagi jika salah satu korban FW adalah anak yang telah haid. Maka, FW juga tidak dapat disebut sebagai pengidap gangguan pedofili. Syarat pedofili adalah anak berusia prapubertas," jelas dia.

Tidak ketinggalan soal AKBP Fajar yang turut mengirimkan adegan seksualnya ke situs porno internasional. Rangkaian kejahatan tersebut menimbulkan spekulasi, bahwa pelaku melakukan hal itu dilatarbelakangi oleh dorongan instrumental.

Reza mengatakan, Indonesia memiliki beberapa hukum khusus, seperti UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta UU Narkotika dan UU Psikotropika. Tindak pidana terkait empat undang-undang tersebut pun merupakan kejahatan serius.

INFOGRAFIS: 6 Tips Lindungi Diri dari Pelecehan Seksual (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 6 Tips Lindungi Diri dari Pelecehan Seksual (Liputan6.com / Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya