Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial, Lindungi atau Ancam Kebebasan Berpendapat?

Kominfo membeberkan wacana mereka membentuk Dewan Media Sosial, (DMS), beberapa masyarakat khawatir pembentukan dewan itu malah membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

oleh Robinsyah Aliwafa Zain diperbarui 04 Jun 2024, 23:15 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2024, 15:00 WIB
Ilustrasi berkomentar di media sosial. (Sumber: freepik)
Ilustrasi berkomentar di media sosial. (Sumber: freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berwacana untuk membuat Dewan Media Sosial (DMS). Menteri Budi Arie menyebut wacana pembentukan DMS ini akan melindungi pembuat konten hingga mengurangi tindakan perundungan di media sosial.

Kendati demikian, wacana tersebut memberikan sejumlah kekhawatiran apakah kemunculan DMS justru mengekang kebebasan berbicara di media sosial?

Pengamat media sosial, Enda Nasution, menyebut bahwa masih belum ada penyampaian konsep dari pemerintah ataupun menteri mengenai wacana DMS, sehingga masih sulit untuk melihat hal positif ataupun negatif dari pembentukan Dewan Media Sosial.

"Karena Dewan Media Sosial masih sekadar wacana, masih belum menyampaikan konsep dan paparan dari pemerintah maupun menteri, sehingga masih sulit untuk menilai bagaimana positif atau negatif dari pembentukan DMS," ujar Enda ketika dihubungi, Selasa (4/6/2024).

Pun demikian, ia tak menampik jika DMS berpotensi membatasi kebebasan berekspresi di luar batasan hukum yang sudah diatur.

"Ada hal yang tidak diharapkan dari pembentukan Dewan Media Sosial, yaitu jika DMS akan membawa kita kembali ke zaman represif di mana orang tidak bisa mengungkapkan pendapatnya secara bebas," ucap Enda.

"Semisal jika DMS malah membatasi kebebasan berekpresi masyarakat diluar yang sudah diatur hukum dan Undang-undang," tutur Enda menambahkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dewan Media Sosial Diharapkan Jadi Forum Transparan

Mengenal Istilah Buzzer
Ilustrasi Aktivitas Buzzer di Media Sosial Credit: pexels.com/pixabay

Melihat masyarakat yang masih belum mengetahui lebih lanjut terkait cara kerja Dewan Media Sosial nantinya, Enda berharap, jika nantinya DMS jadi dibentuk, dewan ini akan menjadi forum transparan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.

"Jika DMS nantinya jadi dibentuk, diharapkan dewan ini menjadi forum terbuka dan transparan, di mana banyak multi stakeholder bisa bertemu di suatu tempat yang difasilitasi pemerintah," ujar Enda.

"Dalam forum tersebut, diharapkan pula pemilik platform media sosial bisa diajak bergabung untuk membicarakan hal yang bersifat urgent dan strategis berjangka panjang tentang kondisi dan isu yang berkembang di media sosial," ia menambahkan.

Enda berpendapat, berkumpulnya pemangku kepentingan beserta perwakilan platform media sosial di forum Dewan Media Sosial akan menghasilkan pertimbangan tertentu yang bisa disampaikan ke pemerintah ataupun penegak hukum.

"Seperti Dewan Pertimbangan Presiden, di mana pemerintah bisa meminta masukan tentang isu-isu yang berkembang di media sosial," ungkapnya.

"Misal, DMS memiliki rencana untuk membuat edukasi dan mitigasi, termasuk peningkatan literasi digital untuk masyarakat Indonesia kedepannya, sehingga tindakan negatif di media sosial bisa berkurang," katanya.


Negara Lain juga Terapkan Konsep seperti DMS

Dampak dari Adanya Buzzer di Media Sosial
Ilustrasi Aktivitas Buzzer di Media Sosial Credit: pexels.com/pixabay

Enda mengungkapkan, sistem seperti DMS sudah diterapkan di luar negeri. Kendati demikian, cara kerja dari dewan tersebut justru melindungi hak kebebasan berpendapat di sosial media.

"Di luar negeri, terdapat Dewan yang serupa dengan DMS, contohnya Article 19 yang bergerak di bidang kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi," ujar Enda.

Menurutnya, Dewan tersebut memiliki kekuasaan dan data untuk mempengaruhi kebijakan dari pemilik platform.

Enda menyebut, kehadiran Article 19 tak lepas dari beberapa media sosial yang melakukan moderasi konten, sehingga kebebasan berpendapat menjadi sedikit terhalang. Dengan adanya dewan seperti Article 19, mereka menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi di platform media sosial

"Beberapa platform media sosial akhir-akhir ini melakukan moderasi konten yang membatasi kebebasan berpendapat. Dibentuknya Dewan tersebut justru melindungi kebebasan berpendapat pengguna media sosial dari tindakan moderasi yang dilakukan oleh pemilik platform," Enda memungkasi. 


Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial

Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial
Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya