Liputan6.com, Jakarta - Sebuah film berjudul 'Robohnya Surau Kami' mengangkat kisah dari cerita pendek (cerpen) karya AA Navis rencananya akan diputar dalam ajang Cannes Festival tahun 2016.
Film produksi Rupakata Cinema karya legendaris dari sastrawan AA Navis ini merupakan kritik keras kepada kalangan pemuka agama yang terlalu sibuk memikirkan diri sendiri tapi tidak peduli pada kerusakan dan kehancuran negeri.
Baca Juga
AA Navis adalah sastrawan yang dijuluki "Sang Pencemooh" memang dikenal rajin mengkritik demi kebaikan negeri ini. Karya sastra yang baik harus mampu menggerakan pikiran masyarakat.
Advertisement
Hal itu pula yang membuat karya sastra ikut mengiringi perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Karya-karya sastra Multatuli dan Pramoedya Ananta Toer misalnya, memiliki karakter yang sama yaitu antikolonialisme dan antipenindasan. Karya Multatuli antara lain memotret sistem tanam paksa abad 19 .
Chairil Anwar adalah penyair yang paling menonjol di zaman kemerdekaan. Sajak-sajaknya pun banyak menggelorakan semangat perjuangan dan kemerdekaan. Karya Chairil Anwar antara lain sajak Karawang-Bekasi, Diponegoro, Prajurit Jaga Malam, dan Perjanjian dengan Bung Karno.
Setiap angkatan sastrawan memiliki karakter tersendiri. Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah sastrawan sekaligus ulama yang selalu menunjukan ketegasan sikap politiknya.
Di era pascakemerdekaan, sastrawan menerjemahkan kemerdekaan secara lebih luas. Kemerdekaan tak hanya terbebas dari penjajahan, tetapi juga terbebas dari segala macam penindasan, pengekangan, dan pembungkaman. Sikap ini antara lain diwakili penyair WS Rendra yang selalu bersikap kritis terhadap penguasa.
Di masa pemerintahan Orde Baru, sikap kritis Rendra dan para seniman menjadi semacam gerakan menyadarkan masyarakat untuk memperjuangkan haknya.
Saksikan bagaimana perjuangan para penyair untuk Indonesia selengkapnya dalam Jejak Indonesia, yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Sabtu (15/8/2015) dalam tayangan di bawah ini. (Vra/Ron)