Kopi Pagi: Hoax di Depan Mata

Penyebaran hoax bisa terjerat dengan [Undang-Undang ITE, KUHP dan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras Etnis.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Jan 2017, 08:13 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2017, 08:13 WIB
Jangan Percaya, Polisi Internet Sadap Percakapan Online Cuma Hoax
Inilah penjelasan Kementerian Kominfo terkait polisi internet yang akan secara otomatis menyadap percakapan di Cyber Social Media. (Foto: todayonline.com)

Liputan6.com, Jakarta - Hantaman batu dan kayu merusak hampir 100 rumah warga di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa 10 Januari 2017. Warga Blok Bojong, Desa Curug, Kecamatan Kandanghaur itu baru saja mendapat serbuan ribuan warga dari tiga desa tetangga, Parean Bulak, Girang dan Ilir.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (15/1/2017), pemantik serangan membabi buta itu berasal dari dunia maya. Dari status akun Facebook seseorang yang menyebut warga Desa Curug menantang penduduk Desa Parean Bulak, menyusul tewasnya seorang pemuda karena dikeroyok. Padahal, kematian pemuda itu disebabkan kecelakaan tunggal sepeda motor.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dari sebait informasi palsu itu amarah warga pun melayang dan menyisakan kerusakan di tiap rumah warga yang tak tahu apa-apa.

Pada hari yang sama, hoax juga menimpa sejumlah jurnalis foto yang sedang meliput persidangan kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Lewat akun Facebook, pria bernama Eko Prasetia mengunggah foto para fotografer yang beristirahat sambil menyebut mereka sebagai buzzer Ahok.

Buntutnya, meski Eko telah meminta maaf dan mengaku sumber foto berasal dari Hermansyah Helmy, organisasi Pewarta Foto Indonesia berkeras melaporkan Eko ke polisi. Pasalnya, ia dianggap memfitnah.

Seperti jamur di musim hujan, wabah hoax bertebaran di jagad maya. Fenomena ini mulai ramai sejak pemilihan presiden 2014 dan kian marak pada Pilkada Serentak 2017. Portal-portal berkedok format berita dengan judul provokatif dan narasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan tersebar cepat lewat akun media sosial.

Daftar hoax tersebut bisa panjang. Dari kisah mantan presiden BJ Habibie yang disebut meninggal dunia, isu serbuan 10 juta pekerja asal China ke Tanah Air, pelintiran berita Nusron Wahid yang rela wajahnya diludahi, urusan palu arit di lembar rupiah baru sampai soal perseteruan Sunni-Syiah di Suriah.

Maraknya kabar palsu itu pun membuat banyak orang gundah. Di antara mereka mendeklarasikan antihoax karena gerah dengan daya rusak akibat hoax.

Keburukan panjang yang paling merisaukan adalah rusaknya harmoni di tengah masyarakat. Berserakannya silang pendapat di media sosial yang kental dengan kebencian membuat Presiden Joko Widodo gelisah.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pun tak tinggal diam. Portal-portal berkonten negatif disasar. Hasilnya, selain ratusan situs porno, sejak 3 November 2016 sampai 4 Januari ada 22 situs yang diblokir karena isinya dianggap ngawur oleh pemerintah.

Kengawuran itu terlihat dari judul yang provokatif dan isi yang kental fitnah. Belum lagi sebagian besar penanggungjawabnya anonim dengan ip addres bayangan tak tentu rimba.

Tak sedikit yang mencemaskan pemblokiran situs-situs tersebut dengan dalih bisa mematikan kebebasan. Tapi Menkominfo mensinyalir, portal-portal itu hanya ingin mendulang rupiah lewat trik page view dan klik iklan produk google adsense. Selain itu, portal-portal itu juga tak peduli dampak informasi palsu yang disebar bisa memicu konflik.

Berhati-hati menyerap informasi di dunia maya sudah sepatutnya menjadi pegangan. Penyebaran hoax bisa terjerat dengan Undang-Undang ITE, KUHP dan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras Etnis. Cek dan ricek adalah kunci agar tak terjebak dalam kubangan kebohongan.

Simak tayangan video selengkapnya dalam tautan ini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya