Liputan6.com, Jakarta Di tengah terus meningkatnya konsumsi minyak di dalam negeri, Indonesia harus rela merogoh kocek lebih dalam untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri.
Salah satu penyebabnya yaitu tidak bertambahnya jumlah kilang pengolahan minyak yang beroperasi di Tanah Air. Cukup Ironis memang, mengingat sejak lengsernya Mantan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 atau hampir 16 tahun, Indonesia tidak membangun satu kilang pun.
"Tujuh kilang yang ada saat ini dibangun pada Era Soeharto semua. Tidak ada yang dibangun di era refornasi," ungkap Ketua DPP PDIP Effendi MS Simbolon dalam diskusi bertemakan 'Siapa Peduli Energi?' di Hotel Sahid, Jakarta, Sabtu (22/3/2014).
Menurut Effendi, Indonesia harus menelan pil pahit akibat tidak adanya kilang BBM baru yaitu meningkatnya impor BBM. Imbasnya, anggaran subsidi BBM juga kian melonjak hingga ratusan triliun rupiah dan defisit perdagangan melebar.
Untuk itu, Indoneisa harus mengurangi impor BBM yaitu dengan membangun kilang. Negara kecil seperti Singapura justru rajin membangun kilang. Bahkan Indonesia menjadi pelanggan setia minyak dari negeri tetangga itu.
"Padahal kilang itu tidak mahal jika dilihat dari kebutuhan BBM Indonesia," jelas dia.
Sekadar informasi, saat ini konsumsi konsumsi BBM Indonesia mencapai 1,5 juta-1,6 juta barel per hari dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara jumlah produksi BBM di kilang hanya 700 ribu-800 ribu bph sehingga Indonesia harus mengimpor BBM dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Rendahnya produksi BBM domestik disebabkan Indonesia tidak menambah kilang pengolahan BBM. Kilang terakhir yang dibangun di Indonesia yaitu kilang Balongan pada 1994.
Advertisement