Uang Pensiun Presiden Rp 30 Juta, Ini Reaksi Buruh

Pemerintah harus meninjau ulang besaran hak pensiun mantan Presiden dan Wapres yang masing-masing Rp 30 jutaan dan Rp 22 juta per bulan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Mei 2014, 08:02 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2014, 08:02 WIB
Poster SBY-Budiono
Presiden SBY dan Wapres Boediono (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memandang pemerintah harus meninjau ulang besaran hak pensiun mantan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) yang masing-masing Rp 30 jutaan dan Rp 22 jutaan per bulan. Pasalnya, aturan ini sangat tidak adil lantaran buruh yang notabene-nya adalah rakyat hanya akan menerima 20% dari upah terakhir.

Demikian disampaikan Presiden KSPI, Said Iqbal. Kepada Liputan6.com, dia menyatakan, pemerintah telah mengesahkan Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan. Payung hukum ini mengatur salah satunya hak pensiun yang mulai berlaku 1 Juli 2015.

Sedangkan hak keuangan atau administratif Presiden dan Wapres serta bekas Presiden dan Wapres diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1978. Dalam aturan itu tertuang bahwa bekas Presiden dan Wapres menerima pensiun sebesar 100% dari gaji pokok terakhir.

"Harus dilihat kedua UU ini bertentangan atau tidak. Jika iya, maka UU terakhir yang seharusnya berlaku. Tapi bila tetap berlaku juga, maka besaran pensiun yang diterima Presiden/Wapres dengan buruh tidak boleh jomplang terlalu jauh," kata Said di Jakarta, Jumat (30/5/2014).

Dia mengaku, pemerintah harus menerapkan asas keadilan dalam perhitungan hak pensiun antara pejabat negara dengan rakyat atau buruh. Bukan dari sisi nilai, melainkan rasio perbandingan antara jumlah pensiun Presiden/Wapres dan buruh.

Saat ini, lanjut Said, Kementerian Keuangan sedang menggodok Peraturan Pemerintah (PP) hak pensiunan buruh. Dia menyebut, nilai pensiunan buruh akan ditetapkan 20% dari upah terakhir, sedangkan PNS, TNI dan Polri sekitar 70% dari upah terakhir.

"Dan mantan Presiden/Wapres 100% dari gaji pokok terakhir. Ini kan jomplang jauh sekali. Nggak ada asas keadilan, karena harusnya rakyat dapat kecil, presidennya juga kecil," jelasnya.

Said menganggap, rasio besaran pensiun antara pejabat negara dan rakyat yang terjadi di Indonesia mempunyai gap sangat jauh. Dan dirinya menilai hal ini akan memberatkan APBN. "Kalau di Jepang dan Singapura, rasionya hanya 1:5, tapi di Indonesia 1:100," ujar dia.
 
Jika UU Nomor 7 Tahun 1978 tetap berlaku, Said berharap, agar pemerintah mengubah konsep jaminan pensiun bagi buruh sehingga kejomplangan rasio menjadi lebih kecil.(Fik/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya