Liputan6.com, New York - Mencurahkan seluruh perhatian untuk bekerja ternyata tidak selalu berdampak baik. Hal itu dapat ditunjukan para pegawai teladan dan workaholic di kantor.
Mengutip laman Business Insider, Sabtu (28/6/2014), workaholic kadang menunjukkan ciri yang sama dengan para pegawai teladan. Faktanya kedua jenis pegawai tersebut sama sekali tidak mirip.
Meski keduanya sama-sama bekerja keras, workaholic cenderung terlihat tidak bahagia dan kewalahan dalam menyelesaikan berbagai tugasnya. Lebih jelasnya, berikut tiga perbedaan workaholic dan pegawai teladan di tempat kerja:
Advertisement
1. Pegawai teladan mengenali kemampuannya
Pegawai teladan mengenali dan memahami kemampuan sendiri sehingga selalu mampu bekerja dengan bebas. Sementara workaholic bekerja dengan bergantung pada validasi eksternal di sekitarnya, yaitu atasan dan rekan kerja.
Para workaholic bahkan harus menunggu hasil evaluasi dari kantor untuk mengenali seberapa baik kinerjanya. Sementara pegawai teladan memahami dengan baik performanya di kantor.
2. Workaholic tak kenal waktu kerja
Berbeda dengan workaholic, para pegawai teladan tahu kapan untuk bekerja keras dan berhenti. Bahkan dirinya selalu tahu kapan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah tugas.
Jika workaholic bekerja dengan memberikan 110 persen waktunya, pegawai teladan membagi tepat 100 persen waktunya. Para pegawai teladan selalu fokus meningkatkan kapasitas kerjanya agar 100 persen tadi jauh lebih baik dari 110 persen yang digulirkan workaholic.
Workaholic selalu mencoba tampil baik kapanpun sehingga sulit menentukan prioritas.
3. Pegawai teladan bekerja, workaholic hanya terlihat sibuk
Tujuan utama para pegawai teladan adalah menuntaskan pekerjaannya. Hasil dan proses memiliki tempat yang penting dalam mencapai berbagai tujuannya.
Sementara yang paling penting bagi para workaholic adalah terlihat sibuk kapanpun. Mengapa? Karena dirinya merasa tidak enak jika tidak melakukan apapun. (Sis/Nrm)