Gaji Menteri Kecil Jangan Jadi Alasan Korupsi

Pengamat ekonomi UI, Telisa Afianti menyarankan, gaji menteri untuk tidak naik dulu karena masih banyak prioritas di pemerintahan Jokowi-JK.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Sep 2014, 10:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2014, 10:00 WIB
Ilustrasi Gaji PNS
Ilustrasi Gaji PNS (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Afianti mengkritik wacana kenaikan gaji menteri yang dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal itu mengingat, rakyat lebih menanti implementasi janji program Jokowi-JK ketimbang kebijakan menaikkan gaji pejabat negara.

"Gaji menteri sebaiknya belum naik, karena masih banyak prioritas yang lain," ucap dia kepada Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (9/9/2014).

Sebelumnya JK merencanakan penyesuaian gaji menteri seiring dengan maraknya tindak korupsi yang dilakukan menteri atau pejabat negara lain.

Saat ini, gaji pokok menteri sekira Rp 19 juta per bulan di luar tunjangan dan tetek bengek lain. Penghasilan tersebut dinilai masih kecil sehingga akhirnya pejabat negara mencari jalan pintas untuk mendulang kekayaan dengan cara korupsi.

"Itu (gaji kecil) bukan alasan korupsi karena kebanyakan menteri adalah orang-orang mampu. Menteri korupsi karena harus cari uang untuk partainya bukan kekurangan gaji," tegas dia.

Telisa mendukung kenaikan gaji menteri apabila kehidupan rakyat sudah jauh lebih sejahtera dengan indikator penurunan angka kemiskinan. "Kalau pro rakyat, kenaikkan gaji jangan di awal. Nanti lah setelah program rakyat berjalan, kemiskinan berkurang," imbuhnya.

 

*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya