Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mendorong maskapai penerbangan untuk menggabungkan biaya tiket ke dalam airport tax. Namun, hal itu tak kunjung terealisasi mengingat hanya segelintir maskapai saja yang bersedia menerapkannya.
Dosen sekaligus Pengamat Penerbangan Universitas Gadjah Mada Arista Admadjati mengatakan jika Indonesia mempertahankan kondisi ini maka negara ini tertinggal.
"Hampir semua, 97 persen jadi satu airport dan harga tiket. Hanya di Brunei Darusalam dan satu negara di Afrika terpisah, jadi kalau terpisah dibilang kemunduran," tuturnya kepada Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Dia mengatakan, mestinya maskapai penerbangan kompak untuk menyatukan biaya tiket dan airport tax dalam satu paket. Hal tersebut karena sudah menjadi ketentuan internasional.
Selain itu, pemisahan tiket dan airport tax bakal menyusahkan penumpang. Khususnya, untuk penumpang yang berasal dari luar negeri.
"Kenyamanan penumpang bule-bule bawa dolar masa mengeluarkan recehan Rp 30 ribu, Rp 40 ribu. Kalau Rp 50 ribu gampang," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan menyatakan akan mendesak maskapai penerbangan untuk menggabungkan airport tax ke dalam tiket. Hal tersebut untuk mempermudah pelayanan penumpang di bandara.
"Kami akan mendorong agar maskapai penerbangan mau menggabungkan airport tax dengan harga tiket. Masa pelayanan harus mengantri-antri, beli karcis jadi tidak dipisah-pisah gitu," terang Jonan.(Yas/Nrm)