Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pelonggaran moneter atau quantitative easing (QE) bukan saja menjadi solusi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dalam menumbuhkan kembali perekonomian nasional, tapi juga Bank Sentral Jepang.
QE sudah dijalankan Jepang sejak tahun lalu akibat kurangnya jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kondisi ini diperparah tingkat inflasi di Negeri Sakura itu yang mengalami minus alias deflasi selama 15 tahun terakhir.
Anggota Forum Institut Pertanian Bogor (FA-IPB) sekaligus Anggota DPR Komisi XI Periode 2009-2015, mengatakan, kebijakan QE dan reformasi struktural ekonomi melalui Abenomics Jepang gagal sehingga menyebabkan overheating.
"Dampaknya dari overheating merembet ke politik, pemilu dipercepat dan akhirnya rencana kenaikan pajak ditunda," ujar Direktur Megawati Institute itu dalam Diskusi Peluang dan Tantangan Ekonomi RI di Jakarta, Selasa (30/12/2014).
Menurut Arif, akibat kebijakan Bank of Japan tersebut, para investor lokal kesulitan bergerak untuk melakukan ekspansi di negaranya. Pada akhirnya, investasi Jepang mulai membanjiri negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Di Indonesia tumbuh restoran-restoran Jepang, toko ramen, kedai kopi Jepang mulai menjamur. Ini merupakan bagian dari QE Jepang, karena mau mengembangkan ekonomi ke mana lagi, makanya pada lari ke Indonesia," terang dia.
Porsi investasi dari Jepang, kata Arif, sangat besar di Indonesia, selain dari China dan negara lain. Kondisi resesi di Jepang dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencetak investasi asing langsung sebanyak-banyaknya. (Fik/Gdn)
Energi & Tambang