12 Ribu Wilayah Pemekaran di Indonesia Tak Punya Sekolah

Ada 275 kecamatan atau 3,89 persen belum mempunyai bangunan sekolah tingkat SLTP

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Feb 2015, 15:53 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2015, 15:53 WIB
SD-Rusak
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Pemekaran ataupun penggabungan wilayah di Indonesia selama kurun waktu tiga tahun ternyata belum didukung dengan sarana dan prasarana memadai, terutama infrastruktur pendidikan.

Ribuan desa dan kecamatan yang terkena pemekaran ini tidak memiliki bangunan sekolah baik di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan, pihaknya melakukan pendataan potensi desa (podes) dari 82.190 wilayah administrasi setingkat desa, meliputi 73.709 desa, 8.412 kelurahan dan 69 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Sebanyak 7.074 kecamatan dan 511 kabupaten/kota.

"Dari angka itu, sebanyak 13,37 persen atau 10.985 desa atau kelurahan tidak ada SD termasuk Madrasah Ibtidaiyah pada Desember 2014 atau meningkat dari realisasi 10.259 desa di 2011," tutur dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Lebih jauh kata Suryamin, ada 275 kecamatan atau 3,89 persen belum mempunyai bangunan sekolah tingkat SLTP dan 11,54 persen atau 816 kecamatan tanpa bangunan sekolah tingkat SLTA. Jika di total ada 12.076 desa dan kecamatan tanpa fasilitas pendidikan.

Jumlah kecamatan tanpa fasilitas SLTP mengalami kenaikan dibanding tiga tahun lalu yang hanya tercatat 230 kecamatan. Sementara kecamatan tanpa fasilitas SLTA menurun dari 949 kecamatan di 2011.

"Perubahan jumlah wilayah tanpa sarana pendidikan SD, SLTP dan SLTA terjadi karena ada pemekaran atau penggabungan wilayah dalam kurun waktu 2011-2014," ujarnya.

Menurut dia, sarana pendidikan merupakan salah satu program pembangunan penting di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, sambung Suryamin, pemerintahan baru telah menganggarkan dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 hingga ratusan juta rupiah per desa.

"Dalam standar pelayanan minimal dan aturan secara nasional, kalau terbentuk satu desa, maka minimal harus ada satu bangunan sekolah SD. Satu kecamatan terbentuk, paling tidak ada satu bangunan sekolah SLTP dan satu SLTA. Apalagi sudah ada dana desa, ini harus jadi prioritas Jokowi," terang Suryamin. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya