Oso Prihatin Kebutuhan Warga Perbatasan Dipenuhi Negara Tetangga

Menurut Oesman Sapta, kebutuhan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan lebih sering dipenuhi oleh negara tetangga

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 31 Jan 2015, 02:05 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2015, 02:05 WIB
Oesman Sapta Odang
Oesman Sapta Odang (Liputan6.com/Andrian Martinus Tunay)

Liputan6.com, Pontianak - Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang menilai kondisi pembangunan di wilayah-wilayah perbatasan masih memprihatinkan. Hal itu disampaikannya saat menghadiri Musyawarah Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.

"Kondisi pembangunan di wilayah perbatasan kita saat ini masih cukup memprihatinkan. Hal tersebut akibat dari konsep pembangunan lama, yang memandang bahwa daerah perbatasan merupakan 'pagar pembatas daerah terluar' dari Indonesia," kata Oesman, Jumat (30/1/2015).

Yang lebih miris, menurut dia, kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan lebih sering dipenuhi oleh negara tetangga. Seperti bahan-bahan pokok. Bahkan, siaran televisi yang ditonton warga hanya siaran yang dapat ditangkap dari stasiun televisi negara tetangga.

"Dengan berbagai hal dari negara tetangga yang diterima tiap hari dengan jangka waktu lama inilah yang kemudian menumbuhkan rasa 'nyaman' mereka terhadap negara tetangga. Hingga kemudian sempat muncul istilah 'Indonesia tetap di dadaku, tapi demi perutku aku nyaman dengan negara tetangga'," tambah Oesman.

Pria yang akrab disapa Oso ini mengatakan konsep pembangunan yang lama tersebut saat ini telah ditinggalkan. Dalam paradigma pembangunan sekarang, daerah perbatasan merupakan beranda depan NKRI. Meskipun keamanan dan kedaulatan negara penting, namun paradigma pembangunan harus lebih mengedepankan pendekatan kesejahteraan dibanding pendekatan keamanan. Wilayah Perbatasan harus menjadi 'etalase pembangunan  kesejahteran di Indonesia'.

"Artinya bahwa negara harus menjadikan wilayah perbatasan sebagai Wajah Pembangunan di Indonesia. Jadi potret pembangunan dan tingkat kesejahteraan Rakyat Indonesia tergambar dan terukur dari kondisi yang ada di wilayah-wilayah terdepan Indonesia," sambungnya.

Untuk itu, lanjut Oso, pembangunan infrastruktur dan segala hal yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Beranda Depan Indonesia mutlak diprioritaskan. Salah satu solusinya, adalah pemekaran Kabupaten. Contohnya di Kabupaten Sanggau. "Semuanya butuh pengawalan dan dukungan dari seluruh stakeholder, termasuk di dalamnya para Mahasiswa Indonesia," tutup Oesman.

Mahasiswa Turun ke Perbatasan

Selain itu, Oesman Sapta juga menantang para mahasiswa untuk juga berperan aktif memantau keberadaan masyarakat di wilayah perbatasan.  "Jangan hanya rapat-rapat. Tapi turun ke lapangan, turun perbatasan," kata Oso.

Menurut, jika para mahasiswa berani dan mau turut serta aktif memantau perbatasan, maka pihak MPR akan membantu menyiapkan akomodasi bagi para mahasiswa tersebut.

"Kalau perlu kita sharing ongkosnya. Jadi kita bisa share. Rektor dengan MPR dan BEM juga bisa share. Jadi kalau rapat turun ke lapangan. Bikin pengalaman bagaimana situasi di perbatasan," tambah Oesman.

Tak tanggung-tanggung, pria yang akrab disapa Oso ini juga siap menyediakan transportasi berupa bus bagi membantu para mahasiswa memantau perbatasan. "Saya bersedia sediakan bus. Dan Pak Rektor sediakan makanan," ucap Oso.

Jika rencana itu terwujud, kata Oso, mahasiswa nantinya harus membuat laporan mengenai kondisi masyarakat di daerah perbatasan. Laporan itu nantinya akan di bahas oleh MPR dan langsung diserahkan ke Presiden. "Hasilnya nanti dirumuskan, dan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat di perbatasan itu sendiri," tutup Oesman Sapta. (Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya