Campur 15% Minyak Kelapa Sawit ke Solar, RI Hemat Rp 17 Triliun

Pemerintah akan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dengan meningkatkan campuran BBN dari minyak kelapa sawit.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Mar 2015, 16:50 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2015, 16:50 WIB
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dengan meningkatkan campuran bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari minyak kelapa sawit (CPO) dalam solar sebesar 15 persen. Kebijakan ini ditargetkan dapat menghemat devisa US$ 1,3 miliar atau setara Rp 17,2 triliun (kurs: Rp 13.241 per US$)

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah akan meningkatkan campuran BBN dengan solar (biodiesel) secara bertahap menjadi 20 persen untuk tahun ini ditingkatkan dari 10 persen menjadi 15 persen.

"Meningkatkan porsi biofuel dari 10 persen bertahap menjadi 20 persen. Tahun ini mungkin 15 persen," kata Sudirman di kantor Kementerian Kordintaor Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Menurut Sudirman, peningkatan kandungan BBN yang berasal dari minyak kelapa sawit tersebut dapat mengurangi impor  BBM 15 persen, dengan begitu dapat menghemat devisa US$ 1,3 miliar.

"Itu akan berdampak pada penghematan devisa, karena akan mengurangi impor BBM sampai US$ 1,3 miliar," tuturnya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, jika satu tahun penuh campuran biodisel diterapkan dapat menghemat US$ 2,5 miliar.

"US$ 2,5 miliar asumsinya kalau dari awal tahun. Jika mulai April, penghematannya tiga per empatnya," pungkasnya.

Dia menjelaskan merealisasikan target tersebut dibutuhkan biodesel sebanyak 5,3 juta kiloliter (kl). Jika biodiesel tersebut dikonversi ke minyak sawit maka yang dibutuhkan sebesar  4,823 juta ton.

Menurut Rida, saat ini pasokan BBN dengan kandungan 15 persen masih terjamin. Sedangkan harga BBN sudah disetujui oleh pengusaha.

"Kapasitas produksi 5,8 juta kl masih cukup. Harga sudah beres, kita dalami harga, nanti diketok Peraturan Menterinya," pungkas Rida. (Pew/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya