‎Apa Kabar Penyanderaan Penunggak Pajak?

Akhir tahun lalu, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan sangat agresif dalam meringkus para penunggak pajak melalui upaya penyanderaan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mar 2015, 09:32 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2015, 09:32 WIB
Ilustrasi Penangkapan (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Penangkapan (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Akhir tahun lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sangat agresif dalam meringkus para penunggak pajak melalui upaya penyanderaan (gijzeling). Namun sudah hampir tiga bulan ini, kabar soal gijzeling tak terdengar lagi gaungnya. Apakah Ditjen Pajak sudah menyerah dengan langkah tersebut?

Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Wahju K Tumakaka mengungkapkan, penyanderaan terhadap para penunggak pajak terus digalakkan di seluruh daerah. ‎Gijzeling, sambungnya, berlaku bagi Wajib Pajak yang tercatat mempunyai utang pajak dan tidak ada niat untuk melunasi atau membayarnya.

"Selama Undang-undang (UU) nggak berubah, gijzeling tetap akan ada. Penyanderaan kan buat Wajib Pajak yang nggak koperatif, nggak melunasi utang pajaknya jadi pakai cara itu. Dan diskresinya kalau dia sudah melunasinya," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Wahju mengakui bahwa pemberitaan atau informasi seputar gijzeling sengaja dikurangi agar ‎masyarakat tidak jenuh dengan berita-berita tersebut. "Sudah hampir 3 bulan tidak melakukan pemberitaan soal gijzeling. Sudah cukup lah, nanti masyarakat bosan mendengarnya," terang dia.

Namun dirinya membantah apabila pengurangan intensitas blow up gijzeling karena Ditjen Pajak takut dengan Wajib Pajak. Sebab unit Eselon I ini dicap memaksa lewat gijzeling supaya Wajib Pajak membayar tunggakan pajak. Cara ini hanya akan membuat Wajib Pajak semakin takut dengan Ditjen Pajak.

"Kenapa harus takut, suatu penegakkan hukum dilaksanakan supaya hukum ditegakkan bukan bikin orang takut. Gijzeling itu sudah ada di UU, jadi kami nggak bisa melakukan sesuatu yang lebih atau kurang dari apa yang sudah diatur UU. Yang nakutin berarti UU-nya," tambah Wahju.

Dia mengaku, Ditjen Pajak dapat meraup potensial penerimaan pajak dari tagihan tunggakan pajak hingga Rp 20 triliun dari total utang pajak senilai Rp 50 triliun. "Ada potensial tertagih Rp 20 triliun, sedangkan sisanya Rp 30 triliun masih banyak masalah. Jadi nggak ada takut menakuti, karena kita juga sadar nggak boleh menakuti masyarakat," tukas Wahju.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito, mengaku akan terus menjalankan sanksi penyanderaan  kepada Wajib Pajak nakal ‎yang selama ini menunggak setoran pajak. Cara tersebut sangat ampuh untuk memberi efek jera bagi para penunggak pajak.

"Gijzeling jalan terus sampai akhir tahun. Cuma memang pemberitaannya nggak seperti kemarin-kemarin. Saya rem, takutnya masyarakat jenuh," ujarnya. (Fik/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya