Singapura Jadi Tulang Punggung Penjualan Pengembang Crown

Australia selalu menjadi favorit teratas bagi investor asal Singapura khususnya untuk migrasi dan pendidikan anak-anak mereka.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Apr 2015, 16:41 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2015, 16:41 WIB
Iwan Sunito, CEO Crown Group dalam Peluncuran Sydney by Crown

Liputan6.com, Jakarta - Crown Group Holdings, perusahaan pengembang properti asal Australia, menumpulan penjualan kepada dua negara di Asia tenggara yaitu Singapura dan Indonesia. Banyak investor di Indonesia dan Singapura membeli properti garapan Crown di Sydney, Australia, karena merupakan salah satu kota yang layak huni.

CEO Crown Group holdings, Iwan Sunito menjelaskan, pada tahun lalu perseroan membuka kantor pemasaran di Singapura. “Perkembangan kantor kami di Singapura telah berjalan sesuai dengan apa yang telah kami rencanakan ketika pertama kali kami mendirikannya," tuturnya seperti tertulis dalam keterangan tertulis, Senin (6/4/2015).

Pria asal Surabaya tersebut bercerita, investor Singapura berupaya untuk mengakuisisi properti mereka di beberapa lokasi terbaik di Sydney. “Dengan nilai tukar mata uang antara Dolar Australia dan Dolar SIngapura yang sangat kompetitif saat ini,  telah membuat banyak investor Singapura mempertimbangkan investasi di Sydney," tambahnya.

Selain itu, upaya investor Singapura memboroong properti di Australia juga didorong oleh relatif mudahnya untuk mengakses bank lokal Singapura dalam mendapatkan hipotek untuk investasi properti di Australia.

Banyak investor tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Sydney, terutama setelah kota tersebut terpilih sebagai kota paling layak huni di dunia hasil survei PwC pada tahun 2014.

Umumnya, investor di Singapura terus-menerus mencari pilihan investasi internasional. Australia selalu menjadi favorit teratas bagi investor asal Singapura khususnya untuk migrasi dan pendidikan anak-anak mereka.

Iwan melanjutkan, Secara mendasar, ada banyak kemiripan karakter dari pembeli produk Crown Group di Indonesia dan Singapura, namun yang membedakannya adalah regulasi pemerintah masing-masing negara dan nilai tukar mata uang Indonesia dan Singapura terhadap Dolar Australia.

Pemerintah Singapura memperkenalkan beberapa langkah pada tahun 2013 untuk mengontrol spekulasi di pasar properti Singapura. Salah satunya adalah pajak tambahan bagi pembeli cap dan batas loan-to-value yang lebih ketat. Pajak bagi penjual juga dikenakan untuk mencegah aktivitas spekulasi jangka pendek di pasar properti. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya