Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengumumkan berakhirnya masa jabatan Febriany Eddy sebagai Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Perseroan pada 21 April 2025.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Kamis (24/4/2025), PT Vale Indonesia Tbk telah menerima surat pemberitahuan berakhirnya masa jabatan Febriany Eddy sebagai Presiden Direktur dan CEO Vale Indonesia seiring pengangkatan Febriany Eddy sebagai Direktur PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) (BKI).
Baca Juga
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara, terdapat larangan rangkap jabatan oleh anggota direksi pada suatu badan usaha milik negara. Tak hanya itu, berdasarkan ketentuan anggaran dasar Perseroan juga mengatur adanya larangan melanjutkan jabatan anggota direksi karena peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Advertisement
"Hal tersebut juga dipertegas dalam Surat Pemberitahuan berakhirnya masa jabatan yang disampaikan Febriany Eddy kepada Perseroan,” tulis Chief of CEO Office and Corporate Secretary PT Vale Indonesia Tbk, Wiwik Wahyuni.
Wiwik menambakan, pengangkatan Febriany Eddy sebagai Direktur BKI tidak berdampak terhadap operasi, keuangan dan kelangsungan bisnis Perseroan.
"Perseroan akan menyampaikan apabila terdapat informasi lebih lanjut, dengan memperhatian ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar dia.
Adapun Febriany Eddy kembali ditunjuk sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Vale Indonesia pada RUPST pada 10 Juni 2024. Ia efektif menjabat sebagai Presiden Direktur dan CEO Vale Indonesia pada 28 Juni 2024. Periode jabatannya tersebut dari April 2024- April 2027.
Febriany telah berkarier di Vale selama hampir 17 tahun dan menduduki jabatan-jabatan penting di dalam organisasi. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Deputy CEO dan CFO PT Vale.
Selain itu, ia juga pernah menduduki posisi Business Planning and Performance Manager, Vale Base Metals Asia Pasific& Africa, 2010-2013 Project Financing and Financial Evaluation Manager, PT Vale, 2007-2010.Adapun Febriany meraih Sarjana Ekonomi Akuntansi dari Universitas Indonesia dan MBA dari UCLA Anderson School of Management dan National University of Singapore.
Harga Nikel Volatil, Bos Vale Indonesia Pastikan Investasi Tetap Jalan
Sebelumnya, CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, menegaskan bahwa fluktuasi harga nikel tidak akan menghambat investasi jangka panjang perusahaan. Menurutnya, dalam industri yang volatil seperti nikel, ada dua faktor utama yang menjadi kunci keberlanjutan investasi: efisiensi biaya serta komitmen terhadap aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
“Selama 17 tahun saya di industri ini, harga nikel tidak pernah stabil. Saat saya menjabat sebagai CFO, harga nikel pernah menyentuh titik terendah, yakni 9.000 dolar per ton. Bahkan, di tahun 2007, harga sempat turun hingga 5.000 dolar per ton. Ini membuktikan bahwa harga nikel sangat fluktuatif, sehingga keputusan investasi tidak bisa hanya bergantung pada harga,” ujar Febriany dalam sebuah diskusi, ditulis Rabu (19/3/2025).
Dia menuturkan, agar investasi tetap kompetitif dalam jangka panjang, proyek yang dikembangkan harus memiliki efisiensi biaya yang optimal.
Dalam industri nikel, terdapat indikator yang disebut Global Cost Curve, yang menunjukkan posisi biaya produksi suatu perusahaan dibandingkan dengan pemain lain di dunia.
Advertisement
Komitmen Prinsip ESG
“Kami selalu memastikan bahwa proyek Vale berada di kuartal 1 atau 2 dalam Global Cost Curve. Jika suatu proyek berada di kuartal 3 atau 4, kami tidak akan berinvestasi, karena saat harga nikel turun, perusahaan yang tidak efisien akan terdampak lebih dulu. Efisiensi biaya dan investasi sangat krusial agar bisnis tetap berkelanjutan,” jelasnya.
Berkelanjutan
Selain efisiensi, faktor kedua yang tak kalah penting adalah reputasi dan keberlanjutan. Vale Indonesia telah lama berkomitmen terhadap prinsip ESG, bahkan sebelum isu ini menjadi perhatian utama industri.
“Reputasi sangat berpengaruh, terutama untuk pasar tertentu yang hanya menerima reputable nickel. Saat ini, memang belum ada harga premium untuk nikel yang berkelanjutan (sustainable nickel), tapi ke depan, pasar akan bergerak ke arah sana. Jika kita memiliki nikel yang berkelanjutan, kita akan menjadi pilihan utama,” tambah Febriany.
Strategi Keuangan yang Konservatif
Febriany juga menyoroti pentingnya pengelolaan keuangan yang konservatif di tengah volatilitas harga komoditas. Hingga saat ini, PT Vale Indonesia masih belum memiliki utang, sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko keuangan.
“Ada dua alasan utama mengapa kami menjaga balance sheet tetap konservatif. Pertama, agar kami memiliki kapasitas pendanaan untuk proyek-proyek yang sedang berkembang. Kedua, untuk menghadapi volatilitas harga nikel. Dua tahun lalu, harga nikel mencapai 23.000 dolar per ton, tahun lalu turun ke 17.000 dolar, dan hari ini menjadi 15.000 dolar. Setiap penurunan 1.000 dolar berdampak signifikan pada bottom line. Dengan balance sheet yang sehat, kami lebih siap menghadapi fluktuasi ini,” jelasnya.
