Ego Sektoral Masih Terlihat Antar Kementerian

Salah satu kebijakan yang dianggap memberikan dampak negatif bagi sektor lain seperti soal larangan ekspor mineral mentah.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Jul 2015, 21:39 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2015, 21:39 WIB
Presiden Jokowi Pimpin  Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara
Suasana Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/4/2015). Agenda tersebut membahas RKP 2016 dan pengarahan kepada menteri kabinet kerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dalam negeri menanti keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan pergantian susunan kabinet atau reshuffle. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, reshuffle ini diperlukan jika melihat belum adanya tanda-tanda perbaikan kondisi ekonomi Indonesia.

"Melihat pertumbuhan ekonomi saat ini, reshuffle ini kami perlukan dan dinanti," ujarnya di Wisma Elang Laut, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Dia menjelaskan, dalam tim ekonomi pemerintah, belum terlihat adanya sosok yang mampu memimpin tim untuk perbaikan kondisi ekonomi. "Ke depan kita perlu leadership yang lebih terlihat. Karena kadang kita tidak lihat ini dalam tim ekonomi itu," lanjutnya.

Akibat tidak ada yang mampu memimpin tim ekonomi, masing-masing menteri di sektor ekonomi terkesan membuat aturan yang justru saling tumpang tindih dengan kementerian lain.

"Kebijakanya yang dibuat masing-masing kementerian sifatnya adhoc. Semua bikin kebijakan dan tidak terintegrasi. Masing-masing keluarkan kebijakan untuk sektornya tapi berdampak buruk ke sektor lain. Ego sektoralnya masih ada," kata dia.

Salah satu kebijakan yang dianggap memberikan dampak negatif bagi sektor lain seperti soal larangan ekspor mineral mentah. Kebijakan ini tidak didukung oleh kebijakan di sektor lain sehingga kita diterapkan berdampak negatif bagi ekspor Indonesia.

"Misalnya pelarangan ekspor mineral harus dibarengi kesiapan perusahaan bangun smelter, sehingga ketika berlaku tidak ada dampak negatifnya, kita tidak rugi dalam ekspor. Ketika dibuat aturan ini, tidak ada kebijakan pendukungnya. Akibatnya kita jadi rugi dua kali," jelasnya.

Menurut Suryo yang paling bertanggungjawab akan hal ini seharusnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Seharusnya kementerian ini bisa mensingkronkan segala kebijakan yang dibuat oleh masing-masing kementerian dibawahnya.

"Tim ekonomi seharusnya memberikan dampak positif pada pasar. Ke depan kita usulkan agar lebih singkron. Semua harus melalui satu pintu. Misalnya semua kebijakan harus melalui kantor Menko, dikaji dulu, nanti dia (Menko Perekonomian) yang validasi. Jangan keluarkan kebijakan tanpa ada kajian yang mendalam," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya