Liputan6.com, New York - Spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada September 2015 bertambah kencang mengingat data ekonomi AS cukup baik. Namun spekulasi itu runtuh setelah China tiba-tiba melemparkan bola panas. Pada Selasa, China sengaja melemahkan mata uang Yuan atau devaluasi Yuan sekitar 1,9 persen.
Langkah tersebut memunculkan pertanyaan kemampuan bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga pada bulan depan. Devaluasi Yuan telah membuat pasar keuangan panik dengan bursa saham jatuh ditambah mata uang negara berkembang melemah.
Investor AS khawatir Yuan melemah ini akan membaut perusahaan seperti Apple dan Coach menjadi kurang menarik bagi konsumen China. Selain itu, Yuan melemah membuat permintaan komoditas seperti bijih besi dan tembaga melemah. Tak hanya itu, harga impor China juga akan menambah tekanan deflasi pada ekonomi Amerika Serikat.
Advertisement
Jika bursa saham global terus memburuk lebih lanjut, akan membuat pimpinan bank sentral AS Janet Yellen akan menunda kenaikan suku bunga.
"Jika gejolak pasar terus terjadi mungkin kenaikan suku bunga akan ditunda. The Fed dapat menunda jika tidak memiliki sentimen positif untuk menahan volatilitas pasar saham," ujar Dian Swonk, Ekonom Mesirow Financial seperti dikutip dari laman CNN Money, Kamis (13/8/2015).
Sementara itu, ekonom lain menilai kekhawatiran terhadap pelemahan Yuan terlalu berlebihan. Ekonom Deutsche Bank Brett Ryan menuturkan, pelemahan Yuan tidak ada dampaknya terhadap pertumbuhan AS. "Boleh dibilang jika China mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan pertumbuhan ini akan menjadi positif bagi ekonomi global," kata Ryan.
Meski dibayangi sentimen negatif mulai dari China, Yunani, dan fenomena global lainnya, ada sejumlah alasan membuat The Federal Reserve akan tetap mempertahankan suku bunga rendah. Memang tidak ada waktu sempurna untuk menaikkan suku bunga akan tetapi bank sentral AS pasti akan tetap menaikkannya.
"The Federal Reserve seharusnya malu jika tidak mengikuti apa yang direncanakannya karena hanya Yuan jatuh beberapa persen, dan melawan dolar AS," tutur Peter Boockbar, Kepala Riset Lindsey Group. (Ahm/Ndw)