DPR Bakal Selesaikan RUU JPSK dalam 3 Bulan

Struktur RUU JPSK dinilai sudah agak solid jadi RUU JPSK dapat segera diselesaikan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Agu 2015, 17:05 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2015, 17:05 WIB
fadel muhammad

Liputan6.com, Jakarta - DPR memastikan ‎kesanggupan parlemen untuk membahas Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan/RUU JPSK hanya dalam waktu tiga bulan. Itu artinya, payung hukum untuk mengamankan stabilitas sistem keuangan Indonesia dapat selesai tahun ini.

Ketua Komisi XI Fadel Muhammad menegaskan hal itu saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/8/2015). "RUU JPSK pembahasannya butuh waktu tiga bulan, karena strukturnya sudah agak solid," tegas dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menambahkan, RUU Pencabutan Perppu JPSK ini sangat penting untuk penyusunan UU JPSK lebih lengkap dan jelas.

"Tahap pertama pencabutan Perppu dan saat membahas UU JPSK, kita sudah siapkan landasan hukumnya. Target selesai paling lama Oktober 2015," harap dia.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan sangat menyambut baik kesepakatan ini karena dalam penyusunan RUU JPSK selanjutnya, BI akan terlibat dengan Menkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kami harapkan di masa sidang 14 Agustus 2015 bisa disetujui karena UU JPSK sangat diperlukan Indonesia," kata Agus.

Dalam penyusunan RUU JPSK, Agus menuturkan, akan ada kajian terhadap sektor perbankan yang masuk kategori bank yang berdampak sistemik. Salah satu upayanya melalui restrukturisasi. Ada kejelasan dan dasar hukum yang mengatur penanganan sektor keuangan atau perbankan ke depan sehingga memberi kejelasan bagi semua otoritas termasuk BI.

"Yang diajukan pertama soal kejelasan pinjaman likuiditas lender of last resort," terang Agus.

Lender of the last resort adalah fungsi BI untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.

Di samping itu, Agus mengatakan, dalam RUU JPSK dijelaskan syarat yang dipenuhi bank berkategori Domestic Systemically Important Banks (D-SIBS) jika ingin menerbitkan obligasi. Sehingga calon pembeli obligasi bank tersebut mengetahui bahwa ada kewajiban-kewajiban yang mengikat.

"Jadi itu buat penguatan bank-bank ini. Sehingga kalau ada krisis, kita tahu dan konsep bailout adalah pilihan terakhir. Karena diharapkan bank ini dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut," ujar dia. (Fik/Ahm)

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya