Perusahaan BUMN Harus Datangkan Devisa Buat Negara

Untuk mendatangkan banyak devisa, perusahaan BUMN harus pandai menggunakan mata uang asing.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Sep 2015, 18:47 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2015, 18:47 WIB
20150903-Rini-Soemarno
Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) saat mengikuti rapat dengar pendapat, Jakarta, Senin (6/4/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta perusahaan BUMN mendatangkan devisa untuk negara. Rini mengatakan, sebagai perusahaan negara, BUMN harus mampu menjadi perusahaan penyumbang devisa terbesar, bukan pengguna devisa terbesar.

"Ke depan secara net, saya harapkan penyumbang devisa terbesar. Harus mampu, itu harapan saya," kata Rini, dalam forum Chief Financial Officer (CFO) BUMN, di Kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Rini mengungkapkan, untuk mendatangkan banyak devisa, perusahaan BUMN harus pandai menggunakan mata uang asing, dan menggunakan fasilitas perlindungan mata uang (hedging), sehingga penggunaan devisa berkurang.

"Sebelum kita ke sana, dengan kondisi rupiah saat ini kita harus pandai-pandai jaga foregin currency. Sehingga lindung nilai penting. Saya lebih senang kalau internal hedging," tuturnya.

Menurut Rini, peran direktur keuangan sangat penting untuk mencapai cita-cita tersebut. "Kalau tidak bisa ke sana, gimana bisa komunikasi antar CFO sangat penting. Bagaimana beli dolar biar tidak goncangkan pasar. Ini yang saya harapkan dapat dilakukan oleh para CFO," ungkapnya.

Ia pun mengkritik PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang masuk dalam pengguna devisa terbesar. Pertamina membutuhkan banyak dolar AS untuk mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah, sedangkan PLN membutuhkan mata uang asing dikarenakan kontrak pengerjaan pembangkit listrik dan pembelian listrik.

"Mana pak Arif (Direktur Keuangan Pertamina) dan Sarwono (Direktur Keuangan PLN). Hayo berdiri, ini dua BUMN yang gunakan devisa terbesar," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya