Rupiah Bergerak Liar karena Banyak Spekulan

Untuk mendorong stabilisasi nilai tukar rupiah, dibutuhkan kepercayaan dari pelaku pasar dalam jangka pendek

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Sep 2015, 15:28 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2015, 15:28 WIB
Tiga Perbedaan Fisik Uang Kertas Rupiah dan Dolar AS
Tahukah Anda kalau ada beberapa perbedaan fisik antara uang kertas Rupiah dan Dolar AS?

Liputan6.com, Jakarta - Ketidakpastian ekonomi saat ini memicu maraknya aksi spekulasi dari pelaku pasar. Hal ini mengakibatkan gonjang ganjing di pasar uang dan berdampak pada pelemahan hampir seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengatakan, untuk mendorong stabilisasi nilai tukar rupiah, dibutuhkan kepercayaan dari pelaku pasar dalam jangka pendek. Sementara jangka panjangnya, berupa perbaikan neraca pembayaran Indonesia.

"Fundamental ekonomi kita oke, tapi rupiah tertekan dan mengalami fluktuasi tinggi karena spekulan. Orang berspekulasi karena tidak ada kepastian. Jika ada kepastian, tentu akan meminimalisir orang berspekulasi," tegas dia di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Jumat (25/9/2015).

Saat ini, Enny bilang, ketidakpastian berasal dari kebijakan normalisasi The Federal Reserves yang berencana menaikkan tingkat suku bunga. Hanya saja ketidakpastian di dalam negeri semakin menambah parahnya kondisi kurs rupiah sekarang.

"Faktor dalam negeri menambah ketidakpastian yang bikin rupiah bergerak liar. Misalnya, tiba-tiba kemarin ada spekulasi mengenai utang BUMN. Orang pasti punya interpretasi mengapa kok bank butuh suntikan modal cukup besar. Orang mengaitkan dengan hasil stress test OJK bahwa akan ada bank kolaps ketika rupiah 16.000 per dolar AS," jelas dia.

Sambungnya, pemerintah bahkan tidak memberikan alasan konkret penyuntikkan dana Rp 50 triliun kepada tiga bank BUMN sehingga muncul spekulasi dari pelaku usaha bahwa kurs rupiah akan semakin terpuruk dan berbahaya hingga menembus level 15.000-16.000 per dolar AS.

"Jadi spekulasi rupiah dalam kondisi bahaya 15.000-16.000 per dolar AS, bikin pemerintah panik. Ini jadi spekulasi. Atau spekulasi lain beberapa bank yang dipaksa membiayai proyek yang sudah dibatalkan Jokowi, seperti kereta cepat. Artinya banyak interpretasi berbeda yang akhirnya membuka peluang spekulasi. Makin banyak spekulasi mengakibatkan rupiah melemah tidak rasional," tegas Enny.

Dalam kondisi kritis seperti saat ini, dia menyarankan pemerintah untuk memberikan solusi tepat demi perekonomian nasional. Pertama, tambah Enny, menjaga situasi di dalam negeri baik dari segi politik, hukum, keamanan dan lainnya. Kedua, memperkuat koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan ketiga, transparansi atas kebijakan yang dikeluarkan sehingga meminimalisir berbagai spekulasi.

"Setiap komentar apapun yang keluar dari menteri akan menjadi acuan dan panduan dunia usaha. Begitu komentarnya beda-beda, pasti akan membingungkan dan menimbulkan interpretasi macam-macam. Jadi jangan asal ngomong," pungkas Enny. (Fik/Zul)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya