Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi memasuki usia ke-52 pada Jumat, 10 Januari 2025. Perayaan hari jadi partai ini digelar secara sederhana dan bersifat internal di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Pantauan di lokasi, tampak karangan bunga membanjiri halaman depan gedung sekolah partai yang memberi ucapan selamat hari ulang tahun ke-52 untuk PDIP.
Advertisement
Baca Juga
Ucapan tersebut datang dari berbagai tokoh, termasuk Aria Bima, Connie Bakrie, Romy Soekarno, dan Nyoman Parta, dengan pesan-pesan harapan dan dukungan untuk partai berlambang banteng tersebut.
Advertisement
Acara inti peringatan HUT PDIP ini dimulai pada pukul 13.30 WIB dengan gelora kebudayaan yang menampilkan berbagai tarian tradisional dari seluruh Nusantara. Kemudian, acara dibuka tepat pukul 14.00 WIB dengan penyampaian pidato politik oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, dan dilanjutkan agenda potong tumpeng dan pembagian tumpeng untuk rakyat.
Di awal pidatonya, Megawati menyinggung bahwa perayaan HUT PDIP ke-52 menjadi sangat istimewa, sebab bertepatan dengan pencabutan TAP MPRS nomor 33 Tahun 1967. Sehingga, tuduhan bahwa Soekarno mengkhianati negara dan mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) tak terbukti.
"Sungguh istimewa, setelah berjuang dengan penuh kesadaran revolusioner, 57 tahun, sejak 1967 sampai 2024, akhirnya atas kehendak, keputusan luar biasa, surat penegasan, tidak berlaku TAP MPRS 33 Tahun 1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari presiden pertama, Bung Karno. Tuduhan Bung Karno pernah berkhianat, tidak terbukti, dan batal demi hukum," kata Megawati, di acara HUT ke-52 PDIP, di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Megawati menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto hingga pimpinan MPR yang telah memulihkan hak Bung Karno.
"Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada presiden Prabowo Subianto yang telah merespons surat pimpinan MPR RI terkait tidak lanjut pemulihan nama baik dan hak-hak Bung Karno sebagai presiden RI pertama," imbuh Megawati.
Kepada MPR, Megawati kembali menyampaikan terima kasih atas keputusan tersebut dan menilai MPR telah mencerminkan perwakilan seluruh rakyat.
"Saya atas nama pribadi dan keluarga besar PDIP mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pimpinan dan seluruh anggota MPR 2019-2024. Kita ketahui MPR itu adalah singkatan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat jadi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, karena itu, ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada rakyat Indonesia atas pelurusan sejarah Bung Karno tersebut," pungkasnya.
Di sisi lain, Megawati juga berbicara mengenai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab dari sekian banyak tersangka kasus rasuah, mengapa justru Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang diubek-ubek oleh KPK.
"Apa coba KPK? Masa enggak ada kerjaan lain hah? Yang dituding yang diubek-ubek Pak Hasto wae? Padahal banyak yang sudah tersangka, tapi meneng wae," kata Megawati.
Megawati mengaku setiap hari membaca surat kabar dan menonton pemberitaan, menurut dia tidak ada hal lain yang dilihat selain pemberitaan soal Hasto yang itu-itu saja. "Aku tiap tiap hari buka koran mungkin ada tambahan? Tadi aja sebelum ke sini yo ngono," kesal Megawati.
Namun, Megawati menegaskan kepada para kadernya untuk tidak takut menghadapi keadaan apapun. Dia percaya, takut hanyalah sebuah ilusi.
"Tapi masa kalian gitu aja takut? Takut itu opo? Itu ilusi!" tegas Megawati.
Selanjutnya, Megawati menyinggung ada pihak yang ingin merebut kursi partai berlambang banteng moncong putih. Mulanya, Megawati mengungkapkan keinginan kader PDIP agar dirinya menjadi ketua umum lagi. Namun dia mengaku menolak maju bila kader tidak bersemangat.
Megawati lantas menyentil ada pihak yang sangat berambisi menjadi ketua umum PDIP. Ucapan Megawati ini membuat kader PDIP yang hadir tertawa.
"Katanya minta saya ketum lagi, ketum lagi tapi anak buahnya ngene kabeh (begini semua), moh (enggak mau). Wah terus ada yang kepengen. Gile. Mau enggak sama yang kepengen itu?" tanya Mega.
"Enggak," teriak kader PDIP.
"Gitu aja di sana ada yang enggak ngomong, berarti dia mau. Alah gila dah," tegas Megawati.
Otokritik ke PDIP
Direktur Eksekutif Aljabar Arifki Chaniago menilai, pidato Megawati dalam perayaan HUT ke-52 partai yang menyinggung berbagai isu seperti kekalahan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024 hingga kasus hukum yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sebagai hal yang wajar.
Arifki berpendapat bahwa isu-isu yang disampaikan Megawati relevan dengan dinamika politik saat ini, meskipun beberapa pernyataan dianggap masih bersifat ambigu dan sulit ditafsirkan.
"Ya itu kan biasa-biasa kan, karena memang itu lagi di situ kan sesuatu yang udah dibicarakan juga kan. Ganjar udah kalah juga kan, dan Hasto memang kan juga berita hari ini kan, beberapa hari terakhir kan menjadi perbincangan juga. Karena di rumahnya datangin KPK. Makanya kalau saya melihatnya wajar-wajar ini menjadi perbincangan, karena topik itu mengarah lagi soal Hasto," kata Arifki kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).
Namun, terkait pernyataan Megawati yang menyebut ada pihak yang ingin merebut kursi ketua umum PDIP, Arifki menganggap pernyataan itu sulit ditafsirkan secara pasti.
"Itu-itu enggak tahu, karena bahasanya kan terlalu tabu juga. Artinya kita nggak tahu siapa yang mau rebut, karena bahasanya begitu dan tidak bisa menafsirkan juga. Karena memang bahasa itu nggak terlalu mengarahkan seorang. Artinya kan dari PDIP pun nggak clear siapa nama itu kan," ucapnya.
"Ya meskipun ada, tapi kan kalau kita tidak menyebut juga. Karena memang dari dia masih nggak ada inisial juga kan. Tapi kan hanya bilang ada yang mau rebut. Jadi nggak bisa dikatakan itu mengarahkan ke seseorang," sambungnya.
Dalam pidatonya, Megawati juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan MPR RI atas pencabutan Tap MPRS Nomor 33 Tahun 1967 terkait pemulihan nama baik Presiden Soekarno.
"Kita juga susah juga menafsirkan maksud (ucapan terima kasih) itu ya. Maksudnya itu kan peristiwa lama ya, dan landasan apa Bu Megawati mengomentari itu. Saya rasa, saya belum dengar menyeluruh. Ini kan makanya dari beberapa pernyataan Bu Megawati ini, kalau menurut saya, ini cenderung terbagi-bagi. Maksudnya dia ada (bahas) Pak Soekarno, Orde Lama, terus kasus Hasto. Jadi kita susah menyimpulkan, karena dibandingkan pidato sebelumnya ini terkesan lebih halus. Sehingga kita nggak bisa menafsirkan apakah ini keras atau bagaimana gitu," pungkasnya.
Sementara itu, Peneliti Senior Populi Center, Usep S. Ahyar, menilai bahwa pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam HUT PDIP baru-baru ini, menunjukkan ekspresi kemarahan dan kekesalan terhadap lawan-lawan politiknya.
Menurutnya, pidato tersebut mencerminkan perasaan terzolimi yang dirasakan PDIP, terutama dalam menghadapi dinamika politik saat ini.
"Ya, saya kira pidato Bu Mega di HUT PDIP itu pidato marah, kesal saya kira dengan lawan-lawan politiknya yang dianggap menzolimi PDIP," kata Usep kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).
Namun, Usep juga menyinggung bahwa dalam pidatonya, Megawati tidak hanya melontarkan kritik, tetapi juga melakukan otokritik terhadap partainya sendiri.
Usep menyebut, kritik-kritik tersebut menunjukkan adanya refleksi internal yang diungkapkan oleh Megawati, terutama terkait dengan isu feodalisme dan penyalahgunaan hukum untuk kepentingan kekuasaan.
"Otokritik ini sebenarnya juga bisa dilihat sebagai refleksi terhadap kondisi internal PDIP. Kritik yang dilontarkan Bu Mega bisa dilihat ke luar, namun pada dasarnya juga merupakan kritik terhadap dirinya sendiri dan partainya," ujar Usep.
Usep berpendapat bahwa ada bagian dari refleksi Megawati terhadap realitas politik yang terjadi saat ini. Meskipun PDIP menghadapi kekalahan, Usep percaya bahwa ada benarnya klaim bahwa partai tersebut memang sering kali terzolimi.
Namun, ia mengingatkan bahwa PDIP, juga masih seperti partai-partai lainnya, tak lepas dari praktik serupa ketika berada di puncak kekuasaan.
"Saat berkuasa, PDIP pun tidak terlepas dari dinamika kekuasaan yang kadang melibatkan tindakan yang dapat menzolimi orang lain," jelasnya.
Tantangan PDIP di HUT ke-52
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai bahwa perayaan HUT Partai Persatuan Demokrasi Indonesia (PDIP) ke-52 kali ini memiliki sejumlah perbedaan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Menurutnya, HUT kali ini digelar secara sederhana dan untuk yang kedua kalinya tanpa kehadiran Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.
"HUT-nya dilaksanakan sederhana dan tak ada Jokowi. HUT kali ini juga dirayakan saat Hasto tersangka KPK dan sejumlah elitnya diperiksa KPK," kata Adi kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).
Adi mengatakan, HUT ke-52 PDIP yang mengangkat tema ‘Satyam Eva Jayate' dan sub tema ‘Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam’ menandakan bahwa PDIP ingin terus menunjukkan perjuangan politiknya, namun juga momen evaluasi terhadap hasil Pilpres hingga Pilkada 2024.
"Pastinya PDIP melakukan evaluasi menyeluruh atas perjuangan politik mereka selama ini. Mulai soal Pilpres, Pileg, Pilkada, hingga soal kontribusinya buat rakyat seperti apa," ujarnya.
Adi melihat bahwa PDIP ke depan, tentu akan menghadapi tantangan besar di tahun 2025, terutama terkait konsolidasi internal dan regenerasi kepemimpinan.
"Konsolidasi internal, regenerasi kepemimpinan terutama soal posisi Ketum partai apakah tetap Megawati atau dimandatkan pada figur lain. Termasuk soal apakah PDIP akan jadi oposisi atau bergabung dengan 08 (Prabowo)," jelas Adi.
Selain itu, Adi menilai bahwa dinamika politik internal PDIP saat ini terlihat cenderung terbelah, di mana seperti ada dua barisan politik di internal PDIP sendiri.
"Di 2025 sikap politik PDIP terlihat terbelah. Ada yang agresif seperti Hasto dan barisan politiknya. Ada wajah lain seperti Puan yang lebih soft. Bahkan dengan Jokowi sekalipun barisan Puan terlihat tak ada persoalan apa pun. Berbeda dengan barisan Hasto yang ofensif kritis ke Jokowi," pungkas Adi.
Senada, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah menghadapi situasi yang berbeda di tengah perayaan HUT ke-52. Menurutnya, ada sejumlah tantangan besar yang kini mengintai partai berlambang banteng tersebut.
Salah satu isu besar yang mencuat adalah penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus hukum di KPK.
"Pada HUT ke-52, PDIP sedang tidak baik-baik saja. PDIP sedang menghadapi beberapa masalah. Salah satunya, Sekjen Hasto dijadikan tersangka," ujar Jamiluddin kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).
Di sisi lain, tekanan eksternal terhadap PDIP juga semakin kuat. Beberapa pihak bahkan menyerukan agar Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mengundurkan diri dari jabatannya. Situasi ini berbeda drastis dari tahun-tahun sebelumnya, di mana PDIP tampak begitu solid dan sulit digoyahkan oleh berbagai persoalan.
"PDIP tampak begitu digdaya dalam sembilan tahun terakhir, seolah tak tersentuh berbagai masalah. Namun, kini tantangan yang dihadapi jauh lebih besar," ucapnya.
Menurutnya, PDIP perlu menghadapi dua tantangan besar pada tahun 2025 agar dapat mempertahankan eksistensinya di panggung politik nasional. Pertama, PDIP harus membangun benteng pertahanan yang kokoh untuk menangkal serangan dari pihak eksternal. Upaya melemahkan partai harus dapat diantisipasi dengan memperkuat konsolidasi internal.
"PDIP harus mampu melakukan konsolidasi di internal. Setidaknya struktur partai mulai dari DPP, DPD, DPC, DPAC, hingga ranting harus solid dan satu komando. Hanya dengan cara demikian, gangguan dari eksternal dapat ditangkal. Sebab, eksternal tidak akan bisa masuk bila struktur internal PDIP solid," ungkapnya.
Jamiluddin mencontohkan pengalaman Partai Demokrat dalam menghadapi upaya pengambilalihan partai. Menurutnya, Demokrat berhasil menggagalkan upaya tersebut karena struktur partainya solid dan berada dalam satu komando.
Kemudian tantangan kedua yang harus dihadapi PDIP adalah melakukan regenerasi kepemimpinan. Jamiluddin menyebut, regenerasi ini perlu dilakukan saat PDIP menggelar kongres pada tahun ini.
"Dalam regenerasi kepemimpinan, sebaiknya menggabungkan trah Soekarno dan non-trah Soekarno. Perpaduan ini dapat menghilangkan friksi di PDIP sehingga regenerasi kepemimpinan dapat berjalan mulus," jelasnya.
Advertisement
Megawati Singgung Indonesia Emas
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mempertanyakan soal banyaknya tagline yang digunakan pada zaman sekarang. Dia pun heran mengapa tidak ada yang menuliskan tagline Indonesia Raya dan justru nama-nama yang berbeda.
"Saya orang yang senang melihat segala macam, saya pikirkan kenapa kok banyak sekali tagline seperti orang lupa kita itu namanya Indonesia Raya, jadi saya mempertanyakan kepada diri saya sendiri tolong dijawab oleh kalian kok banyak sekali tagline seperti Indonesia Kerja? Indonesia Emas dan lain-lain dan lain-lain itu kan tidak jelas menurut saya loh dan saya dapat pertanggungjawab kan," heran Megawati.
Megawati ingin, seharusnya tagline yang digunakan adalah Indonesia Raya saja dan tidak ada yang lain. Sebab ketika mendengar kata tersebut maka rasa kebanggaan yang dirasakan masuk ke dalam hati.
"Saya inginnya Indonesia Raya, karena itu kan berkibarnya rasanya sampai ke sini (hati), tapi dengan itu ada yang masih pesimis apakah bisa Indonesia?" tutur Megawati.
Megawati pun mengingatkan, Indonesia adalah negeri yang kaya raya dan hal itu tercermin dalam lagu kebangsaan yang mencapai tiga stanza ciptaan WR Supratman.
Di sisi lain, Megawati Soekarnoputri meminta para kader yang merasa tak cocok dengan partainya maka keluar atau segera mundur dari PDIP. Ia minta para kadernya tidak plin-plan alias plintat-plintut dalam bersikap.
"Kalau enggak cocok sama PDIP keluar saja gitu gampang, bukannya terus plintat-plintut, aku tuh capek tahu enggak ngurusin orang plintat-plintut," kata Megawati
Mengawati mengaku tahu , ada beberapa pihak yang mengaku PDIP namun justru berbicara negatif tentang partai.
"Kayak PDIP tapi nang mburi ne dee (di belakang) ngomongin opo ngono-ngono lho," ujar dia.
Oleh sebab itu, Megawati mengingatkan agar segera keluar dari PDIP kalau tidak suka di partai yang dipimpinnya.
"Udah tegas saja cari partai lain, orang ada berapa ya partai sekarang, piro, bukan yang KIM aja. Kan ada yang nambah itu, piro? 18, iya baru? Oooh yang baru aja yang masuk yang ikut pemilu sekarang, yang baru, partai baru, piro? 8? Iyo lah mbok saiki nang ndi (skrg di mana) gitu loh," ucapnya.
"Nah makanya ayo kalau mau ikut PDIP yo ikut, kalau engga ya metu mono wae (keluar saja). Lah kok susah nemen to (banget toh)," kata Megawati Soekarnoputri.
Megawati Minta KPK Bekerja yang Benar
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyinggung kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan hanya menangani hal remeh temeh.
Padahal, sebagai sosok yang membangun badan antirasuah tersebut, Megawati berharap KPK dapat mencari kerugian negara yang bernilai triliunan.
“Saya bikin KPK. Loh ngopo kok nde'e yang digoleki kok kroco-kroco ngono loh? Mbok yang bener! sing jumlahe T-T-T-T gitu loh. Lah endi?, (saya bikin KPK lalu kenapa yang dicari kok yang kecil-kecil gitu? Harusnya yang benar yang jumlahnya T-T-T-T (triliun),” heran Megawati saat menyampaikan pidato politik saat HUT ke-52 PDIP, di Sekolah Partai, Jalan Lenteng Agung Jakarta, Jumat (10/1/2025).
“Nanti kalau saya ngomong gini, tuh Bu Mega mengritik saja? Lah enggak! Orang benar,” imbuh dia.
Megawati menegaskan, dirinya ingin KPK befungsi sebagaimana seharusnya. Sebab sebagai pendiri dan penggagas terbentuknya KPK, Megawati mengaku memiliki andil.
“Saya ingin KPK itu yang benar. Loh yang bikin saya juga. Bingung saya. Kecuali orang lain. Lah untuk membikin KPK itu dipikir gampang? Enggak. Saya aja berantem dulu. Karena itu sifatnya ad hoc,” jelas Megawati.
Menurut dia, KPK pada awalnya sengaja dibentuk dengan tujuan memaksimalkan kerja-kerja penegak hukum yang tidak maksimal ditangaji polisi dan kejaksaan.
“Polisi dan kejaksaan karena dalam menjalankan tugasnya tidak maksimal. Loh kok sampe saiki ngono?” dia menandasi.
Selanjutnya, Megawati Soekarnoputri juga menyinggung gelar doktor yang batal diberikan Universitas Indonesia (UI) ke Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Menurut dia, batalnya gelar tersebut karena saat ini banyak sosok yang ingin bertradisi intelek.
"Tradisi intelektual itu opo? Supaya jadi orang pintar? Jangan munggu mawon, padahal pura-pura ngerti, tapi ga ngerti. Loh, banyak orang kayak begitu sekarang. Aku saja suka jadi gagap, iki pintar opo ora iki? Ngambil doktor, iku sopo yang doktornya ga jadi, sopo yo?" tanya Megawati.
Sontak, para kader yang hadir dan mendengar pertanyaan Mengawati dengan kompak menjawab dengan nama Bahlil Lahadalia, ketua umum Partai Golkar.
“Bahlil!" jawab para kader.
Megawati menilai, ditariknya kembali gelar doktor dari kampus sebesar Universitas Indonesia (UI) adalah hal lucu. Sebab UI bukanlah kampus sembarangan. Sebagai seorang yang menyandang gelar profesor dari tiga kampus berbeda, dirinya pun mengaku bingung.
"Profesor wae telu (saja tiga), bingung dewe (sendiri) aku. Itu bukannya universitas elek-elek (jelek) loh," heran Megawati.
Megawati lalu melanjutkan, bahwa dirinya pernah diminta jadi pengajar di salah satu universitas di Rusia. Namun hal yang disampaikan adalah soal kecerdasan buatan alias artificial intelligent (AI).
"Lucu deh, kemarin ini ke Rusia, suruh kasih lecture. Tapi lecture-nya lucu dan yang hadir seluruh rektor se-Rusia dan negara bagian. Yang lucunya, kok saya suruh kasih kuliah urusan AI, artificial Intelligence. Wih keren toh, yo? Tapi kan aku mikir, loh ngopo gak yang lain? Tapi mintanya itu," dia menandasi.
Advertisement
Ucapan Selamat HUT PDIP ke-52
DPP Partai Gerindra menyampaiakan selamat hari ulang tahun kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang ke-52 Tahun. Hal itu disampaikan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco dalam unggahan di Instagram miliknya.
“Mewakili Keluarga Besar Partai Gerindra, saya mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke-52 Tahun,” tulis Dasco dalam unggahannya, dikutip Jumat (10/1/2025).
Dasco berharap PDIP bisa berjuang bersama-sama untuk kenaikan bangsa dan negara. “Bersama Berjuang Untuk Indonesia Raya,” kata Dasco.
Selain Gerindra, ucapan selamat juga datang dari Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan mantan kader PDI Perjuangan (PDIP).
"Ya saya mengucapkan selamat ulang tahun ke-52 kepada seluruh keluarga besar PDI Perjuangan yang hari ini ulang tahun," ucap Jokowi kepada awak media, Jumat (10/1/2025).
Namun, ketika ditanya harapannya untuk PDIP, Jokowi enggan berkomentar.
Prabowo Tak Diundang di HUT ke-52 PDIP
Ketua DPP PDIP Djarot Saeful Hidayat mengatakan bahwa perayaan HUT PDIP ke-52 tidak mengundang partai lain, termasuk Presiden Prabowo Subianto maupun perwakilan pemerintah.
“HUT Partai akan diikuti oleh seluruh anggota partai dan perwakilan partai di tingkat DPD dan DPC, secara online. Karena HUT partai ini acara sederhana, jadi kita tidak mengundang wakil pemerintah, tidak juga mengundang Pak Prabowo,” kata Djarot saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).
Djarot menjelaskan bahwa Presiden Prabowo akan diundang ke agenda akbar partai berikutnya, yakni rangkaian Kongres PDIP yang bakal digelar pada April mendatang. Maka dari itu, acara HUT PDIP kali ini lebih bersifat internal.
“Karena acara HUT partai itu untuk internal partai kita sebagai media kita untuk melakukan introspeksi dan perbaikan diri,” ucap Ketua DPP PDIP bidang Ideologi dan Kaderisasi tersebut.
Infografis HUT ke-51 PDIP dan Pesan Politik Megawati
Advertisement