Ditjen Pajak: Faktur Pajak Fiktif Capai Rp 6,4 Triliun

Ditjen Pajak berupaya menghilangkan sindikat penerbit dan pengguna faktur pajak yang tak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur fiktif

oleh Septian Deny diperbarui 06 Okt 2015, 20:02 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2015, 20:02 WIB
Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Faktur Pajak Fiktif.
Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Faktur Pajak Fiktif.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai upaya mengamankan penerimaan negara dari perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya menghilangkan sindikat penerbit dan pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur fiktif.

Direktur Intelejen dan Penyidikan DJP Yuli kristiyono mengatakan jumlah wajib pajak pengguna faktur mencapai 10.982 orang. Terbanyak berada di Jakarta, yaitu mencapai 5.841 orang, di Pulau Jawa selain Jakarta sebesar 3.563 orang dan luar Jawa 1.578 orang.

Dari total wajib pajak pengguna faktur tersebut, nilai faktur yang fiktif sebesar Rp 6,4 triliun, antara lain di Jakarta sebesar Rp 3,2 triliun, di Pulau Jawa selain Jakarta senilai Rp 1,9 triliun, dan di luar Jawa senilai Rp 1,1 triliun.

Sementara itu, nilai faktur pajak yang telah diklarifikasi kebenarannya sebesar Rp 2,6 triliun, dengan rincian di Jakarta senilai Rp 507 miliar, di Jawa selain Jakarta Rp 1,5 triliun, dan diluar Jawa Rp 581 miliar. Sedangkan nilai faktur pajak yang sepakat dibayarkan oleh wajib pajaknya yaitu hanya sebesar Rp 1,3 triliun.

"Sampai hari ini faktur yang sudah dilakukan pembayaran baru Rp 467 miliar," ujarnya di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Untuk terus mengejar faktur pajak fiktif ini, Yuli menyatakan pihaknya telah membantuk satuan tugas (satgas) penanganan faktur pajak yang tidak berdasarkan trasaksi yang sebenarnya tahun 2015. Satgas ini dibentuk untuk memberikan efek jera dan pengembalian kerugian negara yang optimal.

"Kita panggil dan klarifikasi. Kalau dia (wajib pajak), lakukan pembetulan dan pembayaran kita dia anggap koorperatif, tidak perlu penegakan hukum, tapi cukup bayar. Kalau tidak dibayar kita lakukan penegakan hukum. Jadi kita mohon wajib pajak untuk koorperatif. Manfaatkan tahun pembinaan ini agar tidak naik ke penegakan hukum," tandasnya. (Dny/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya