Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengaku masih akan membahas secara mendalam kebijakan pencabutan subsidi listrik bagi 23 juta pelanggan golongan 450-900 VA mulai tahun depan. Dengan upaya tersebut, ada potensi penghematan subsidi listrik sebesar Rp 28 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Â
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak cukup luas. Pemerintah masih harus membahas mengenai pencabutan subsidi listrik yang menyasar 23 juta pelanggan.
"Ya itu masih mau dibahas dulu. Sesuatu itu kalau mau dilakukan karena dampaknya luas, pemerintah bisa bilang itu dibahas dulu. Dibahas dampaknya seperti apa, waktunya yang pas kapan," kata mantan Gubernur Bank Indonesia itu saat ditemui di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Selasa (3/11/2015).
Advertisement
Dengan pembahasan ini, Darmin belum mau memastikan apakah pencabutan subsidi listrik ada potensi untuk dibatalkan atau ditangguhkan dengan melihat momen atau waktu yang tepat, termasuk upaya pemerintah meredam dampaknya.
"Pembahasan bukan berarti dibatalkan dan bukan berarti molor juga (pelaksanaan kebijakan). Pokoknya harus ada pembahasan dulu," tegas Darmin tanpa menjelaskan secara detail mengenai mitigasi pemerintah akibat kemungkinan meningkatnya angka kemiskinan karena subsidi listrik dicabut.
Baca Juga
Direktur Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo sebelumnya mengungkapkan, peranan listrik dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi sebesar 3,7 persen. Itu artinya ketika ada kebijakan penyesuaian tarif atau pencabutan subsidi listrik, maka berpengaruh terhadap inflasi.
"Lumayan itu kalau subsidi dicabut dampaknya ke inflasi. Tagihan listrik mereka pasti naik, jadi inflasi bakal naik juga. Nanti pasti ada komponen tarif listrik ke penyebab inflasi," kata Sasmito.
Ia mengaku, BPS belum menghitung sumbangan inflasi dari kebijakan tersebut. Namun demikian, pencabutan subsidi listrik sebanyak 23 juta pelanggan 450-900 VA akan memicu peningkatan angka kemiskinan pada 2016. Padahal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, pemerintah mematok tingkat kemiskinan pada level 9-10 persen.
"Kemiskinan juga akan mengalami kenaikan, tapi nanti bisa dikompensasi dari yang lain," ujar Sasmito.
Pemerintah Diharapkan Jaga Inflasi
Pemerintah Diharapkan Jaga Inflasi
Direktur Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito hadi Wibowo berharap pemerintah mampu memitigasi risiko dari pencabutan subsidi listrik agar 23 juta pelanggan yang selama ini memperoleh subsidi tidak terjatuh pada kelompok rentan miskin atau ke jurang kemiskinan lebih dalam.
"Kuncinya pemerintah harus bisa menekan inflasi. Sepanjang inflasi tetap rendah, apa pun sumber penyebabnya maka kemiskinan bisa tetap terjaga. Selain itu, pemerintah juga perlu tetap menjalankan program bantuan sosial, seperti Kartu Keluarga Sejahtera dan lainnya," papar Sasmito.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Riyanto pernah mengatakan, dari 48 juta pelanggan atau rumah tangga golongan 450-900 VA, sebanyak 24,7 juta yang masih akan memperoleh subsidi dari pemerintah. Golongan itu dikategorikan masyarakat rentan miskin dan miskin.
"Itu kelompok pengeluarannya rata-rata per bulan sampai Rp 700 ribu per kapita. Tapi ada juga yang membelanjakan pendapatannya Rp 800 ribu per kapita setiap bulan. Jadi pengeluaran akan naik karena sudah tidak dapat subsidi," kata Riyanto.
Lebih jauh ia menjelaskan, dari 23 juta pelanggan yang kena getah pencabutan subsidi listrik, sebanyak 3 - 5 juta pelanggan golongan 450-900 VA akan jatuh ke kelompok rentan miskin. Dengan perhitungan ini, Riyanto menyarankan kepada pemerintah untuk memitigasi dampak maupun kelompok tersebut.
"Jadi 3 - 5 juta pelanggan akan jatuh pada kelompok rentan miskin. Karena tagihan listrik membengkak dengan kenaikan tarif sampai 250 persen untuk golongan 450 VA dan 150 persen pada golongan 900 VA. Secara rata-rata, tarif tenaga listrik akan naik 58 persen dan secara keseluruhan meningkat 25 persen," ujar Riyanto.
Sementara itu, dampak ekonomi makro lain, menurutnya, pencabutan subsidi listrik pada golongan 450-900 VA akan mengerek inflasi tahun depan. Riyanto mengaku, kebijakan ini menyumbang tambahan inflasi 1,74 persen pada 2016. Dengan begitu, prediksi inflasi di akhir tahun depan mencapai 5-6 persen.
"Sedangkan imbas untuk pertumbuhan ekonominya bakal turun 0,59 persen pada 2016. Jadi asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di tahun depan akan merosot dan angka kemiskinan bertambah 0,14 persen," pungkas Riyanto. (Fik/Ahm)*
Advertisement