Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan masih menggantungkan penerimaan negara bea keluar dari ekspor industri mineral dan batubara (minerba) lantaran harga crude palm oil atau minyak kelapa sawit (CPO) tak kun‎jung membaik.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sugeng Aprianto, mengatakan pemerintah menargetkan penerimaan bea keluar sebesar Rp 2,88 triliun pada 2016. Angka ini di bawah realisasi tahun 2015 sebesar Rp 3,9 triliun.
Pihaknya mengatakan kontributor bea keluar tersebut berasal dari dua perusahaan kelas kakap, yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Advertisement
Baca Juga
"Diperkirakan tahun ini Rp 1,4 triliun Newmont. Totalnya Rp 2,88 triliun, hampir sama dari keduanya. Tahun lalu realisasinya Rp 3,9 triliun kalau digabungkan, nyaris di atas 90 persen dua-duanya," kata dia Jakarta, Jumat (8/1/2015).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi‎ mengatakan penerimaan bea keluar minim karena jatuhnya harga CPO. Apalagi sejak akhir 2014 harga CPO internasional di bawah batas pengenaan bea keluar sebesar US$ 750 per metrik ton.
Alhasil, penerimaan bea keluar tahun 2015 sebesar Rp 3,9 triliun atau turun dari tahun sebelumnya Rp 11,3 triliun.
‎
"CPO 2015 sama sekali tidak dipungut, harga pada 2015 karena tidak sampai US$ 750 per metrik ton. Kita dari CPO perkirakan kehilangan Rp 8,1 triliun," ujarnya.
Heru mengatakan untuk mendorong penerimaan bea keluar pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan di luar CPO. ‎
"Ini sudah pertimbangkan 2016 kemungkinan kita tidak bisa memungut bea keluar dari CPO. Penerimaan bea keluar masih bergantung pada minerba, khususnya cangkang dari kelapa sawit, kulit yang ada ekspornya," kata dia. (Amd/Ahm)**
Â
Â
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Â