Ini Biang Kerok Setoran Bea Cukai Amblas

Setoran bea cukai kepada negara turun signifikan menjadi Rp 8,11 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Mar 2016, 10:45 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2016, 10:45 WIB
20151007- Heru Pambudi
irjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) membeberkan beberapa faktor utama penyebab anjloknya penerimaan negara dari sektor bea cukai hingga akhir Februari 2016. Setoran bea cukai kepada negara turun signifikan menjadi Rp 8,11 triliun dibanding pencapaian 1 Januari-28 Februari 2015 sebesar Rp 22,55 triliun.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi saat berbincang dengan wartawan mengungkapkan, penurunan penerimaan bea cukai sampai dengan 29 Februari ini dipicu kenaikan tarif cukai rokok sebesar 11,3 persen pada 2016.

"Itulah yang kemudian mendorong pabrikan rokok membeli (pita cukai) di 2015, sehingga dia punya stok di 2016. Jadi misalnya harga bakal naik 1 Januari 2016, sebelumnya buru-buru beli," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Jumat (4/3/2016).

Penyebab lain, kata Heru, karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.

Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pembayaran cukai harus dilakukan paling lama 31 Desember tahun berjalan. Karena biasanya penundaan pelunasan pita cukai dimungkinkan dalam dua bulan tahun berikutnya, yang artinya pemerintah akan mendapatkan penerimaan cukai selama 14 bulan untuk tahun ini.

"Sebelumnya bisa melunasi utang pita cukai dua bulan di 2016, tapi sekarang sudah tidak bisa dilakukan, jadi perlu dibayar semua pada 2015, tidak ada lagi carry over. Ini yang menyebabkan penerimaan di Januari-Februari 2016 turun, dan itu sudah diperkirakan," jelas Heru.

Ia optimistis, kondisi tersebut akan berbalik arah ke keadaan normal lagi pada Maret ini. Bahkan cenderungnya penerimaan meningkat, dan puncaknya terjadi pada Desember mendatang. "Pasti Desember ini performnya sama dengan tahun lalu. Saya memang kurang di dua bulan di depan, tapi saya dapat kompensasinya di dua bulan terakhir," terangnya.

Untuk penerimaan bea keluar yang mengalami kenaikan hingga Februari 2016, Heru justru memperkirakan sebaliknya. Pemerintah memprediksi pendapatan dari bea keluar bakal menurun di APBN 2016. "Kalau perkiraan tahun ini sebagaimana APBN justru turun, karena masalah minerba, kuota minerba terutama dari ekspor PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara," papar Heru.   

Seperti diberitakan sebelumnya DJBC telah mengumpulkan penerimaan negara dari bea dan cukai sebesar Rp 8,11 triliun hingga periode 29 Februari 2016. Realisasi ini anjlok dari pencapaian 1 Januari-28 Februari 2015 sebesar Rp 22,55 triliun.

Realisasi tersebut melenceng dari target proporsional yang telah ditetapkan sebesar Rp 8,19 triliun untuk periode sampai akhir Februari 2016.

Sementara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, target penerimaan bea cukai dipatok Rp 186,53 triliun.

Penerimaan bea cukai terkontraksi akibat pendapatan cukai tak sesuai harapan. Dalam kurun waktu 1 Januari-29 Februari ini, penerimaan dari cukai hanya tercatat sebesar Rp 2,28 triliun, sementara targetnya diharapkan menembus Rp 2,55 triliun dari total proyeksi Rp 146,44 triliun hingga akhir 2016.  

Pada pos penerimaan bea masuk, pemasukan justru berlebih. Pencapaiannya sebesar Rp 5,45 triliun hingga akhir Februari 2016 atau melampaui target proporsional untuk periode yang sama sebesar Rp 5,32 triliun. Targetnya di APBN meraup Rp 37,20 triliun sepanjang tahun ini.  

Sama halnya dengan bea keluar, penerimaan terkumpul menjadi Rp 383,78 miliar atau melebihi target proporsional yang sudah ditetapkan Rp 318,78 miliar. Pemerintah mematok penerimaan bea keluar di APBN 2016 sebesar Rp 2,88 triliun hingga akhir 2016. (Fik/Ndw)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya