Liputan6.com, Beirut - Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, tewas dalam serangan udara Israel tahun lalu ketika berada di ruang kendali operasi perang kelompok militan tersebut. Demikian menurut rincian baru yang diungkapkan pada Minggu (5/1/2025) oleh pejabat senior Hizbullah.
Serangkaian serangan udara Israel pada 27 September 2024 meratakan beberapa gedung di pinggiran selatan Beirut, yang mengakibatkan tewasnya Nasrallah. Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa enam orang tewas dalam serangan tersebut.
Advertisement
Pembunuhan Nasrallah, yang telah memimpin Hizbullah selama 32 tahun, mengubah serangan-serangan berskala rendah antara Israel dan militan menjadi perang besar yang mengguncang sebagian besar Lebanon bagian selatan dan timur selama dua bulan, hingga gencatan senjata yang diprakarsai AS mulai berlaku pada 27 November.
Advertisement
"Yang mulia (Hassan Nasrallah) biasa memimpin pertempuran dan perang dari lokasi ini," kata pejabat keamanan senior Hizbullah, Wafiq Safa, dalam konferensi pers pada Minggu di dekat lokasi tempat Nasrallah tewas, seperti dikutip dari AP, Senin (6/1).
Dia mengatakan Nasrallah meninggal di ruang kendali operasi perang tersebut. Safa tidak memberikan rincian lain.
Media Lebanon melaporkan bahwa Safa sempat menjadi sasaran serangan udara Israel di pusat Beirut sebelum gencatan senjata, namun selamat.
Selama fase pertama gencatan senjata, Hizbullah diharuskan untuk memindahkan anggotanya, senjata, dan infrastrukturnya dari Lebanon selatan, ke utara Sungai Litani, sementara pasukan Israel yang telah menginvasi Lebanon selatan perlu menarik diri sepenuhnya dalam waktu 60 hari. Tentara Lebanon akan ditempatkan dalam jumlah besar dan bersama pasukan penjaga perdamaian PBB, menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon selatan.
Lebanon dan Hizbullah mengkritik serangan udara dan penerbangan Israel yang terus-menerus di seluruh wilayah Lebanon. Mereka juga menilai bahwa Israel hanya menarik pasukannya dari dua dari puluhan desa di Lebanon yang selama ini dikuasai. Sementara itu, Israel menyatakan bahwa militer Lebanon belum melaksanakan tugasnya untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah.
Saling Ancam
Pemimpin Hizbullah saat ini, Naim Kassem, dalam pidato televisi pada Sabtu (4/1) memperingatkan bahwa anggotanya dapat melancarkan serangan jika pasukan Israel tidak mundur dari Lebanon selatan sebelum akhir bulan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyuarakan pandangan serupa jika anggota Hizbullah tidak bergerak ke utara Sungai Litani dan infrastruktur mereka tetap utuh.
"Jika kondisi ini tidak dipenuhi, tidak akan ada kesepakatan, dan Israel akan terpaksa bertindak sendiri untuk memastikan kembalinya warga (Israel) di utara ke rumah mereka dengan aman," kata Katz.
Safa mengatakan bahwa Ketua Parlemen Nabih Berri, yang merundingkan kesepakatan gencatan senjata dengan Amerika Serikat (AS), telah memberi tahu Hizbullah bahwa pemerintah Lebanon akan segera bertemu dengan utusan AS, Amos Hochstein.
"Berdasarkan hasil pertemuan itu, akan ada sikap dari kami," tutur Safa.
Hochstein sendiri memimpin upaya diplomasi shuttle untuk mencapai gencatan senjata yang rapuh ini. Diplomasi shuttle adalah metode diplomasi di mana seorang diplomat atau utusan khusus melakukan perjalanan bolak-balik (shuttle) antara dua atau lebih pihak yang sedang berkonflik untuk bernegosiasi dan mencari solusi, tanpa pihak-pihak tersebut bertemu langsung.
Advertisement