Dukung atau Tolak Taksi Online?

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai keberadaan layanan transportasi online membawa kerugian.

oleh Arthur GideonPebrianto Eko WicaksonoSeptian DenyIlyas Istianur Praditya diperbarui 22 Mar 2016, 21:30 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2016, 21:30 WIB
20160322- Ribuan Supir Taksi Serbu Gedung MPR-DPR-Jakarta- Johan Tallo
Seorang Supir Taksi membawa spanduk saat demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (22/3/2016). Selain melakukan demo, supir taksi tersebut melakukan sweeping ke supir taksi yang beroperasi di dalam tol dan membakar ban. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan pengemudi kendaraan umum terutama pengemudi taksi kembali turun ke jalan pada Selasa (22/3/2016) ini setelah pada pekan kemarin juga melakukan aksi unjuk rasa. Tuntutan yang mereka inginkan tetap sama. Pemerintah diminta untuk menindak taksi ilegal yang layanannya berbasis aplikasi seperti Uber dan Grab.

Para sopir taksi berunjuk rasa menuntut pemerintah untuk memberi tindakan tegas dengan membekukan operasional angkutan umum yang menggunakan mobil berpelat hitam. Mereka menilai operasional kendaraan itu melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai keberadaan layanan transportasi online membawa kerugian bukan hanya bagi para pengemudi taksi. Adanya layanan ini juga merugikan pengemudi moda transportasi lain seperti bus kota hingga bajaj.

"Permasalahan ini bukan hanya antar taksi saja. Ini juga masuk ke mikrolet, mungkin juga bus kecil dan bajaj," ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto di Jakarta, Selasa (22/3/2016).
Ribuan Supir Taksi melakukan demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (22/3). Selain melakukan demo, supir taksi tersebut melakukan sweeping ke supir taksi yang beroperasi di dalam tol dan membakar ban. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Dia menjelaskan, Kadin telah menerima laporan terkait keluhan dari para pengemudi ini. Sejak adanya layanan transportasi online, pendapatan supir taksi dan pengemudi moda transportasi lain menurun.

"Mereka-mereka ini merasa mereka juga kerja cari makan. Ada angkutan yang punya sendiri, ada yang punya operator atau perusahaan. Ini mereka harus kejar target. Ujung-ujungnya terbebani sopir-sopir itu. Ditambah lagi mereka tidak bisa mendapatkan apa-apa," jelas dia.

Sementara dari sisi pengusaha, lanjut Carmelita, bukan keberatan dengan penggunaan aplikasi dalam layanan transportasi. Yang disayangkan pengusaha yaitu layanan tersebut bisa berkembang di Indonesia padahal tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

"Bukan aplikasinya, aplikasi semua orang mendukung. Kita tidak mau meredam apa yang dikerjakan dan sudah zamannya gunakan aplikasi seperti ini. Tidak mungkin dibendung. Hanya caranya bagaimana supaya terjadi persaingan yang sehat," tandas dia.

Dukung aplikasi online
Agen dari Inspektorat Lingkungan dan Transportasi negara menyita catatan administrasi dari perusahaan Uber.
Berbeda pandangan dengan para supir taksi dan juga Kadin Indonesia, pengamat transportasi Djoko Stijowarno menjelaskan, badan usaha taksi konvensional yang menaungi para sopir taksi yang berdemo tersebut perlu mengikuti perkembangan zaman agar tidak tertinggal dengan moda transportasi yang berbasis aplikasi atau online.

Caranya, taksi konvensional perlu ikut terjun dan bermain dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis internet dan menggunakan aplikasi yang terintegrasi dengan telepon pintar (smartphone).

"Mengingat perkembangan teknologi informasi terkini yang dapat mempermudah pengguna jasa angkutan taksi, tidak ada salahnya perlu tambahan aturan yang tidak mengikat untuk angkutan taksi agar mulai melengkapi teknologi informasi," kata Djoko.
Uber dan GrabTaxi (chrisadas.com)
Penggunaan teknologi tersebut untuk memudahkan masyarakat mengakses. Karena, saat ini masyarakat mengidamkan transportasi yang aman dan mudah. "Yang didambakan masyarakat agar selamat, aman dan nyaman adalah taksi konvensional yang beraplikasi," ungkap Djoko.

Penerapan taksi beraplikasi ‎sebaiknya bersifat fleksibel, sehingga dapat melayani penumpang dengan cara konvensional.

"Namun tidak wajib, karena beberapa daerah masih dapat dioperasikan secara konvensional," tutur Djoko.


Model berpose di taxi mewah lamborghini saat peluncuran GrabCar, Jakarta, Rabu (21/10/2015). GrabCar menyediakan layanan gratis 10 supercar mewah pada 24-25 Oktober 2015 dan 31 Oktober–1 November 2015.. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Senada dengan Djoko, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga meminta kepada para pengelola moda transportasi untuk lebih bisa mengaplikasikan teknologi. "Teknologi tidak bisa ditantang, tinggal diatur saja bagaimana, tapi tidak bisa ditantang. Kalau teknologi kita tantang, tidak kita pakai, maka kita akan ketinggalan," kata JK.‎

JK menilai aksi demonstrasi yang dilakukan para sopir taksi ini satu hal wajar mengingat Indonesia sebagai negara demonstrasi. Namun dirinya meminta kepada pelaku usaha untuk menjadikan hal ini sebagai bentuk persaingan usaha.

Dampak Demo
Armada sopir taksi saat melakukan demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (22/3). Selain melakukan demo supir taxi tersebut melakukan sweeping ke sopir taksi yang beroperasi di dalam tol, dan membakar ban.(Liputan6.com/Johan Tallo)
Dalam demo tersebut, sejumlah sopir taksi melakukan sweeping ke sopir taksi yang masih mengangkut penumpang. Selain itu, para sopir yang berdemo tersebut juga memarkir kendaraan mereka di badan jalan. Alhasil beberapa ruas jalan macet total.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan, akibat demo tersebut proses pengiriman barang di dalam kota terhambat akibat kemacetan di sejumlah ruas jalan. Akibatnya, pengiriman barang dari produsen ke konsumen diperkirakan akan terlambat.

"Dampak dari demo angkutan umum terutama pada pengiriman kurir dalam kota. Dampak pada pengiriman kurir, terlambatnya pengiriman ke konsumen," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com.

Namun demikian, berdasarkan pantauan ALI, hal ini hanya terjadi di wilayah ibu kota saja. Sedangkan arus logistik di daerah-daerah yang menjadi satelit Jakarta masih terhitung lancar. "Kalau angkutan logistik di luar Jakarta belum terganggu karena sebagian besar truk lewat tol," kata dia.(Gdn/Nrm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya