RI Bisa Contek Program Pengampunan Pajak dari 3 Negara Ini

Pemerintah diminta tidak mengendurkan niat untuk menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty).

oleh Nurmayanti diperbarui 01 Apr 2016, 19:59 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2016, 19:59 WIB
Menunggu Lolosnya RUU Pengampunan Pajak
Program ini diprediksi bisa mendatangkan penerimaan pajak hingga Rp 100 triliun di 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dinilai bisa mencontek penerapan program pengampunan pajak dari 3 negara yakni India, Afrika Selatan, dan Italia. Sebagai negara yang sama-sama berkembang dan memiliki kawasan yang luas, penerapan pengampunan pajak disebut akan berhasil diterapkan di Indonesia

Sebab itu, pemerintah diminta tidak mengendurkan niat untuk menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun harus mendukung langkah tersebut, bila tidak ingin ekspansi fiskal untuk membiayai pembangunan terhambat.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center For Indonesia (Cita) Yustinus Prastowo. "Secara ukuran negara hampir mirip India dan Afrika Selatan, yakni mirip sebagai negara berkembang dan transisi pemerintahan. Kelompok kaya juga besar. Kalau Italia yang mirip informal ekonominya sama aset di luar negerinya cukup besar. Jadi praktik masa lalu kronisme sama seperti Indonesia. Jadi (tiga negara ini) bisa jadi patokan," jelas dia, Jumat (1/4/2016)

Menurut Yustinus, bilamana pengampunan pajak tidak diterapkan dalam waktu dekat, maka Indonesia terancam tidak bisa menambah basis wajib pajak baru. Padahal era Automatic Exchange of Information (AEoI) akan segera dimulai pada 2018.


Sebab itu, momen AEoI ini harus dimanfaatkan betul oleh pemerintah. Dengan begitu maka wajib pajak baru akan mengalir, namun jika tidak maka yang terus terjadi adalah adanya penghindaran kewajiban dengan berbagai modus sehingga Indonesia sebagai negara tidak akan dapat menambah penerimaan.

"Momentumnya sudah tepat, momen Automatic Exchange itu yang mendorong partisipasinya tinggi, karena tidak mungkin mereka mau utang pajaknya dipublikasikan," tegas dia.

Mengenai adanya beberapa negara yang gagal menerapkan pengampunan pajak, Yustinus mengatakan, itu sebagai bahan pembelajaran Indonesia. Selain itu, ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk melakukan langkah selanjutnya setelah adanya kebijakan pengampunan pajak.

"Kegagalan di Filipina itu yang harus dipelajari. Mereka sistemnya belum baik, karena tidak ada perbaikan setelah adanya pengampunan," ujar Yustinus.

Pernyataan serupa juga disampaikan Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam. Kegagalan negara lain dalam menerapkan pengampunan pajak disebabkan karena tidak adanya kesiapan administrasi pajak terkait dengan pengelolaan data informasi atas tax amnesty. Sehingga wajib pajak yang ikut tax amnesty tidak dapat diawasi perilaku kepatuhannya pasca program tax amnesty berakhir.

"Untuk itu, negara kita harus menyiapkan administrasi pajak. Satu, keterbukaan informasi perbankan untuk tujuan pajak dalam konteks internasional dan domestik. Dalam konteks internasional, Indonesia telah sepakat untuk melakukan pertukaran informasi keuangan secara otomatis dengan kurang lebih dengan 96 negara paling lambat pada 2018," dia menjelaskan.

Dia menambahkan, secara domestik, pemerintah telah menyiapkan revisi RUU KUP yang di dalamnya ada rencana pembukaan informasi perbankan untuk tujuan perpajakan. RUU tersebut menggantikan pasal yang hanya bisa buka rekening bank untuk tujuan pemeriksaan, penagihan dan penyidikan pajak saja.

"Lantas pada 2018, Direktorat Jenderal Pajak berubah menjadi Badan Penerimaan Pajak yang akan menambah kekuatan diskresi kewenangan dalam administrasi pengawasan pajak melalui pertukaran informasi perbankan dengan lembaga pemerintah maupun swasta terkait data perpajakan," jelasnya.

Darussalam mengatakan, hendaknya ada manajemen data informasi pengampunan pajak yang dibentuk dalam RUU Tax Amnesty. Dananya diambil dari sebagian uang tebusan yang didapat dari tax amnesty.(Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya