Liputan6.com, Jakarta - Setiap bulan Ramadhan, peringatan Nuzulul Qur’an menjadi momen penting bagi umat Islam. Namun, ada hal yang lebih utama dari sekadar memperingati turunnya Al-Qur’an, yakni memastikan Al-Qur’an benar-benar turun ke dalam hati setiap muslim.
Pendakwah KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang akrab disapa Buya Yahya, menegaskan bahwa Nuzulul Qur’an memiliki makna mendalam yang seharusnya direnungkan oleh setiap umat Islam. Bukan hanya sebagai peristiwa sejarah, tetapi sebagai pengingat agar Al-Qur’an benar-benar dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Buya Yahya, ada tiga tahapan turunnya Al-Qur’an. Pertama, Al-Qur’an diturunkan ke Lauh Mahfuz, tempat di mana seluruh ketetapan Allah tersimpan.
Advertisement
Kedua, dari Lauh Mahfuz, Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia atau sama’ ad-dunya. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan, dengan sebagian ulama menyebutnya terjadi pada malam 17 Ramadhan.
Ketiga, Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara bertahap. Proses ini berlangsung selama 23 tahun, menyesuaikan dengan berbagai peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat pada masa itu.
Dalam ceramah yang disampaikan dan dikutip melalui kanal YouTube @buyayahyaofficial, Buya Yahya mengingatkan bahwa ada satu tahap yang lebih penting dari sekadar memahami sejarah turunnya Al-Qur’an.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Yang Jadi Masalah, Bagaimana Agar Turun ke Hati Manusia
“Yang perlu kita bahas bukan turunnya Al-Qur’an ke Lauh Mahfuz, bukan turunnya ke langit dunia, dan bukan hanya turunnya kepada Nabi Muhammad. Semua itu sudah selesai. Yang harus kita pikirkan adalah turunnya Al-Qur’an ke hati kita masing-masing,” ujar Buya Yahya.
Ia menjelaskan bahwa banyak orang yang membaca atau bahkan menghafal Al-Qur’an, tetapi tidak membiarkan isinya meresap ke dalam hati. Akibatnya, Al-Qur’an hanya sebatas bacaan di lisan, tanpa memberikan pengaruh nyata dalam kehidupan.
Nabi Muhammad pernah mengingatkan tentang orang-orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak sampai melewati tenggorokan. Maksudnya, mereka membaca tanpa memahami, tanpa mengamalkan, sehingga tidak mendapatkan manfaat dari Al-Qur’an itu sendiri.
“Bisa jadi seseorang hafal Al-Qur’an, tetapi jika hanya sekadar hafalan, tidak masuk ke hati, maka ilmunya hanya sebatas ilmu zahir,” tambahnya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menegaskan bahwa Al-Qur’an yang tidak diamalkan justru bisa menjadi bumerang bagi pemiliknya. Ada orang yang sombong karena hafal Al-Qur’an, tetapi tidak memahami hukumnya.
“Al-Qur’an justru bisa mengutuk orang yang hanya menghafalnya tetapi tidak mengamalkan isinya,” katanya.
Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk merenungkan apakah Al-Qur’an benar-benar telah masuk ke dalam hatinya. Jika hanya sekadar dibaca atau dihafal tanpa diamalkan, maka manfaatnya tidak akan dirasakan.
Advertisement
Jadikan Sebagai Pedoman Hidup
Buya Yahya mengajak umat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan, bukan sekadar bacaan rutin tanpa pemahaman mendalam.
Menurutnya, memahami Al-Qur’an harus disertai dengan kesungguhan hati agar ayat-ayatnya bisa mengubah karakter dan perilaku seseorang menjadi lebih baik.
Jika Al-Qur’an sudah turun ke dalam hati, maka perilaku seseorang akan berubah. Akhlaknya akan semakin baik, dan setiap keputusan yang diambil akan selalu berlandaskan pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Ia juga menyoroti fenomena banyaknya orang yang mempelajari Al-Qur’an hanya untuk kepentingan duniawi, tanpa menjadikannya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Banyak orang yang mempelajari Al-Qur’an hanya untuk mendapatkan penghargaan, pujian, atau sekadar membanggakan diri,” ujarnya.
Padahal, seharusnya Al-Qur’an menjadi petunjuk hidup yang membimbing seseorang dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan.
Buya Yahya mengingatkan bahwa mempelajari Al-Qur’an harus dilakukan dengan niat yang benar, bukan hanya sekadar ingin terlihat alim di hadapan manusia.
Ia mengajak setiap muslim untuk melakukan introspeksi diri, apakah Al-Qur’an sudah benar-benar menjadi pedoman dalam hidup atau hanya sekadar menjadi hafalan yang tidak diamalkan.
Momen Nuzulul Qur’an seharusnya menjadi titik balik bagi setiap muslim untuk semakin dekat dengan Al-Qur’an, baik dalam bacaan, pemahaman, maupun pengamalannya.
Dengan demikian, Al-Qur’an tidak hanya turun ke dunia, tetapi juga benar-benar turun ke dalam hati setiap muslim, sehingga membawa keberkahan dalam kehidupan mereka.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
