Ini Keuntungan yang Didapat oleh Negara Surga Pajak

Dengan era keterbukaan informasi, seluruh negara berharap tidak ada lagi negara-negara tempat penghindaran pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Apr 2016, 09:34 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2016, 09:34 WIB
DPR: Pemerintah Harus Berupaya Lebih Keras Serap Pajak
Persoalan perpajakan memang menjadi isu krusial, apalagi ada skandal perpajakan dalam dokumen yang disebut "Panama Papers".

Liputan6.com, Jakarta - Singapura, Cayman Island, British Virgin Island, Panama, Swiss merupakan beberapa dari puluhan negara surga bebas pajak (tax havens) terbesar di dunia. Negara-negara suaka pajak ini menjadi tujuan utama orang-orang dan perusahaan dari segala penjuru dunia menyimpan uang maupun asetnya untuk menghindari pajak.

Negara tax haven tersebut menawarkan pajak penghasilan (PPh) Badan maupun Orang Pribadi sangat rendah, bahkan sampai nol persen. Tak heran bila perusahaan cangkang atau offshore menjamur di negara-negara surga bebas pajak itu.

Menurut Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia, Ruston Tambunan, negara tax haven meraup keuntungan besar dari maraknya pendirian perusahaan cangkang atau perusahaan dengan tujuan tertentu  (Special Purposed Vehicle/SPV). Namun, pendapatan terbesar mereka bukan dari pajak SPV ataupun offshore.

"Mereka (tax haven) tidak mendapatkan keuntungan dari pajak, tapi di luar itu. Paling penting, mereka bisa meraup dana murah dalam jumlah besar dari uang atau aset yang disimpan di negara tersebut. Tentunya dengan jaminan keamanan pula," katanya saat dihubungi Liputan6.com,Jakarta, Kamis (21/4/2016).

Banjir likuiditas ini, diakui Ruston, ditempatkan ke berbagai portofolio investasi di negara lain. Dengan begitu, sambungnya, negara tax haven menerima keuntungan dari bunga hasil investasi yang nilainya sangat menggiurkan. 

Menariknya, pariwisata di negara-negara surga bebas pajak tumbuh pesat. Hotel-hotel mewah berjejer di negara tersebut untuk  menampung para konglomerat saat berada di sana. Dengan perputaran uang dan keuntungan besar ini, pemerintah setempat dapat membangun negaranya.

"Negara tax haven itu tempat plesiran, pariwisatanya berkembang, banyak hotel. Kemudian perusahaan maupun orang-orang kaya yang mendirikan  SPV pasti akan menyewa gedung, tenaga kerja di sana untuk menjaga SPV-nya. Jadi banyak yang mereka dapat," terangnya.

Ruston menjelaskan, negara anggota G20 termasuk Indonesia mendesak 34 negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) supaya memaksa negara suaka pajak kooperatif untuk melakukan pertukaran informasi pajak.

"Pada akhirnya nanti semua negara termasuk negara surga pajak akan terbuka. Sebab nanti dikucilkan jika tidak melakukannya. Mereka bisa di bawah tekanan, orang-orang akan berpikir ulang menjalin hubungan dengan negara yang tidak kooperatif dalam pertukaran informasi," ujarnya.

Tren pertukaran informasi ini, kata Ruston sudah diterima Hong Kong. Negara tersebut sebelumnya adalah salah satu surga bebas pajak, seperti  Panama, Swiss, Cayman Island, British Virgin Island, Singapura, Luxemburg, dan negara lainnya.

"Hong Kong kini sudah terbuka dari sebelumnya tertutup demi menjaga kerahasiaan bagi orang yang tidak mau membayar pajak. Mereka sudah mau memberikan informasi atau data untuk kepentingan pajak," terangnya.

Dengan era keterbukaan informasi, diakui Ruston, seluruh negara berharap tidak ada lagi negara-negara tempat penghindaran pajak karena semua akan mengarah pada transparansi data. "Komitmennya kan semua begitu (terbuka) di akhir 2017. Jadi mudah-mudahan saja," papar Ruston. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya