Pengusaha: Harga Daging Tak Bisa di Bawah Rp 80 Ribu per Kg

Perjanjian kerja sama pasokan daging dengan Australia menjadi salah satu cara untuk menurunkan harga daging sapi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Mei 2016, 15:02 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2016, 15:02 WIB
20151023-Ilustrasi Penjual Daging Sapi-Jakarta
Penjual daging sapi di pasar Kramat Jati saat menunggu pembeli, Jakarta, Jumat (23/10/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan bahwa target pemerintah untuk menekan harga daging sapi hingga di bawah Rp 80 ribu per kilogram (kg) sulit untuk terwujud. Rantai distribusi yang terlalu panjang menjadi penyebab harga daging sulit turun. 

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang UMKM, Koperasi dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengungkapkan, harga daging sulit turun ke bawah Rp 80 ribu karena rantai distribusi barang di Indonesia yang sudah terlalu panjang. "‎Tidak mungkin, saya pastikan tidak mungkin. Jadi jangan muluk-muluk. Rakyat tidak bisa dijanjikan saja. Jadi kalau terjangkau di bawah Rp 100 ribu, mungkin bisa," kata Sandiaga di Kementerian UMKM dan Koperasi, Jakarta, Selasa (31/5/2016).

Sandiaga menjelaskan, panjangnya rantai pasokan daging di Indonesia menjadi penyebab utamanya. Menurut dia, harga daging impor dari Australia saja tiba di DKI Jakarta sudah memiliki harga Rp 95 ribu. "Mendarat di sini saja sudah Rp 95 ribu, jadi rantai distribusi kita pangkas, supaya tidak rugikan pedagang, tidak memberatkan konsumen khususnya untuk masyarakat kecil," tegas dia.

Dia memiliki misi, jika menjadi Gubernur DKI Jakarta, akan melakukan berbagai strategi demi menekan harga daging saat lebaran. Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan menandatangani beberapa perjanjian kerja sama pasokan daging dengan Australia jauh-jauh hari sebelum masuk bulan Ramadan sehingga saat Ramadan pasokan akan terjaga, dan harga tidak akan melonjak.

Kedua, dirinya akan bekerjasama dengan beberapa wilayah di Indonesia untuk dijadikan lokasi penggemukan sapi. Menurut dia, Indonesia memiliki kualitas dalam hal penggemukan. Hal ini yang menurut dia harus dilakukan pemerintah saat ini.

Sebelumnya, pemerintah ingin meringankan beban masyarakat menjelang puasa dan Idul Fitri. Salah satu cara yang dilakukan adalah menekan harga bahan pangan terutama harga daging sapi.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat serius ingin membalikkan pandangan bahwa kalau mau puasa dan Lebaran harga-harga selalu naik. Ia menyebutkan, sekarang ini memang ada upaya dari pasar yang tentunya dengan tangan-tangan yang kuat ingin mempermainkan harga tersebut.

“Maka, Presiden sudah berulang kali memberikan instruksi, baik kepada Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri BUMN, untuk beberapa komoditas utama itu harus bisa turun, bukan lagi harga stabil, karena harganya sudah tinggi, tetapi harga harus diturunkan,” kata Pramono seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Selasa (31/5/2016).

Pramono menunjuk contoh, misalnya hari ini harga daging di pasaran sudah Rp 120 ribu per kg, bahkan sudah ada Rp 130 ribu per kg. "Presiden mematok bahwa harus bisa di bawah Rp 80 ribu per kg, demikian juga dengan harga gula yang sudah di beberapa daerah bahkan sudah Rp 15 ribu per kg. Itu harus bisa turun seperti apa yang menjadi instruksi presiden,” tegasnya.

Dengan demikian, komoditas utama yang diperlukan saat puasa dan Lebaran saat ini, seperti beras, gula, bawang merah, bawang putih, daging, daging ayam maupun daging sapi atau ini itu harus turun.

Mengenai caranya, menurut Pramono, impor bisa menjadi salah satu jalan keluar. Indonesia telah mempunyai hubungan koneksi secara langsung baik dengan Australia, dengan New Zealand, dengan India dengan beberapa negara lainnya untuk bisa mendatangkan daging dengan harga sampai dengan konsumen bisa Rp 80 ribu per kg.

Pramono meyakini, upaya mengimpor daging sapi itu tidak akan mengganggu fiskal dalam negeri, karena ini tidak menggunakan APBN. Selain itu juga mengikuti mekanisme pasar, sehingga BUMN atau siapapun yang akan melakukan impor pasti akan mendapatkan keuntungan.

Ia menyebutkan, harga impor memang murah, seperti di Australia hanya sekitar Rp 58 ribu per kg, sementara di Malaysia atau Singapura bisa dijual Rp 70 ribu - 75 ribu per kg. Karena itu, Pramono meyakini impor daging ini tidak akan mengganggu mekanisme pasar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya