Pemerintah Tak Perpanjang Kontrak, Proyek Freeport Tertunda

‎Proses pembangunan smelter dan pengembangan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia di Papua berjalan lambat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Jul 2016, 16:54 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 16:54 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dan pengembangan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia di Papua berjalan lambat. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya kepastian perpanjangan kegiatan operasi pasca habisnya kontrak pada 2021.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengatakan, pembangunan smelter di Papua oleh Freeport belum berjalan karena belum mendapat pendanaan. Lembaga keuangan belum bisa memberikan pinjaman kepada Freeport karena belum adanya kepastian mengenai perpanjangan masa operasi. 

"Siapa yang mendanai? Untuk membangun smelter, Freeport pinjam bank juga, dana dari publik juga," kata Said, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (15/7/2016).

Calon pemberi dana masih ragu untuk memberikan modal kepada Freeport membangun smelter karena ada kekhawatiran masa operasi Freeport tidak diperpanjang pasca habis kontrak. Dengan tidak adanya masa perpanjangan kontrak tersebut bisa membuat smelter tersebut tidak beroperasi karena tidak mendapat bahan baku.‎

"Jadi kalau tidak dapat perpanjangan lalu bahan baku smelter itu dari mana? Saat di studi kelayakan pasti akan ditanya sumber bahan baku. Nah kalau diputus di 2021 maka smelter yang dibangun oleh Freeport itu tidak dapat bahan baku." ungkap Said.

Selain pembangunan smelter‎, pengembangan tambang bawah tanah di Papua juga akan mengalami keterlambatan. Pasalnya, Freeport menunggu kepastian masa operasi diperpanjang. "Underground juga pasti tertunda. sekarang mulai ditahan kan tidak ada pembiayaan, kepastiannya berlarut-larut," tutup Said.

Sebelumnya, Indonesia Resources Studies (IRESS) menyarankan Pemerintah agar tidak memperpanjang kegiatan operasi PT Freeport Indonesia, pasca habis kontrak pada 2021.

Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, harga saham Freeport McMoran/FCX telah mencapai titik terendah ke level US$ 4,31 per lembar sejak Desember 2015.

Harga saham Freeport McMoran tertekan itu terpengaruh kondisi harga komoditas tambang dan minyak dan gas (gas) yang terus terpuruk. Saham Freeport McMoran sempat mencapai US$ 60 per saham pada 2010-2011.

"Harga saham Freeport berpotensi untuk turun lebih rendah dan Freeport McMoran siap-siap untuk bangkrut," Kata Marwan, di Jakarta, Selasa (12/1/2016). 

Marwan menuturkan, ‎saat ini Freeport McMoran sedang menuju kebangkrutan atas kondisi tersebut. IRESS menganggap Pemerintah tidak perlu lagi membahas perpanjangan operasi Freeport sejak 2021. Karena hal itu berarti Indonesia menolong Freeport, dan hanya akan memperpanjang nafas Freeport McMoran. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya