‎Produksi Sawit Astra Agro Lestari Bakal Stagnan

Pendapatan bersih Astra Agro Lestari turun sebanyak 12,2 persen dari sebelumnya Rp 7,23 triliun menjadi Rp 6,34 triliun.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 02 Agu 2016, 14:24 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2016, 14:24 WIB
Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) diperkirakan stagnan bahkan turun sampai 10 persen pada 2016 ini. Alasannya, perubahan iklim El Nino masih menjadi ancaman tanaman sawit sehingga membuat produksi kelapa sawit melemah. 

Direktur Utama Astra Agro Lestari Widya Wiryawan menerangkan, produksi CPO semester I tahun 2016 sebesar 670 ribu ton atau turun 20,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya 845 ribu ton.

Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya produksi tandan buah segar (TBS) dari 2,67 juta ton menjadi 2 juta ton. Sementara pembelian TBS dari pihak ke tiga 1,27 juta ton menjadi 1,10 juta ton.

"Produksi turun 20 persen dibanding semester I tahun lalu. Semester II lebih baik. Masalahnya semester II tahun lalu dibanding semester II tahun ini. Kita sama saja, karena El Nino tahun lalu dampaknya sampai sekarang," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (2/7/2016).

Dari segi harga dia mengatakan, bakal terjadi peningkatan. Lantaran, diperkirakan terjadi peningkatan permintaan dari China. "Harga menarik, semester I China lebih sedikit, menghabiskan inventory, semester II akan membaik akan build up inventory," imbuhnya.

Namun demikian, dia masih sulit memperkirakan kinerja AALI sampai tutup tahun ini. Dia menegaskan, kinerja perseroan tergantung dari produksi CPO tahun ini. "Industri sawit sendiri akan turun dugaan saya. Apakah financial growth atau tidak, karena kompensasi harga," jelas dia.

‎Sebagai informasi, pendapatan bersih Astra Agro Lestari turun sebanyak 12,2 persen dari sebelumnya Rp 7,23 triliun menjadi Rp 6,34 triliun. Harga jual rata-rata CPO turun dari Rp 7.642 per kg menjadi Rp 7.342 per kg. Namun demikian, laba perseroan naik 78,2 persen atau mencapai Rp 792 miliar karena keuntungan dari selisih kurs akibat penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya