Dalam Sepekan, Harga Minyak Naik 9 Persen

Dalam sepekan, kenaikan harga minyak telah mencapai 9,1 persen, yang merupakan kenaikan terbesar terhitung sejak Maret.

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Agu 2016, 05:32 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2016, 05:32 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, New York - Harga minyak kembali naik pada penutupan perdagangan Jumat (sabtu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak adalah ekspektasi pelaku pasar yang memperkirakan bahwa adanya potensi menahan produksi minyak lebih besar dibandingkan dengan ekspektasi kelebihan pasokan.

Mengutip Wall Street Journal, Sabtu (20/8/2016), harga minyak berjangka AS untuk pengiriman September ditutup naik 20 sen atau 0,6 persen ke angka US$ 48,52 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak membukukan level tertinggi terhitung sejak 1 juli lalu. Dalam sepekan, kenaikan harga minyak telah mencapai 9,1 persen, yang merupakan kenaikan terbesar terhitung sejak Maret.

Sedangkan harga minyak Brent, yang merupakan patokan harga dunia, tetap berada di angka US$ 50,88 per barel di ICE Futures Europe. Kontrak harga minyak Brent telah menguat 8,3 persen dalam sepekan ini.

Pelaku pasar melihat bahwa kemungkinan besar negara-negara yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC) akan mengendalikan produksi. Negara-negara OPEC tersebut akan mengajak negara-negara di luar OPEC untuk menjaga harga minyak.

Beberapa produsen besar termasuk Arab Saudi baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bahwa ada kesempatan untuk mengontrol produksi atau menahan produksi untuk mendorong kenaikan harga minyak.

Rencana ini sebenarnya telah beberapa kali kemukakan tetapi tidak pernah berhasil. Sebelumnya, pada April kemarin Arab Saudi juga pernah merencanakan hal serupa tapi gagal.

"Harga minyak masih berjuang untuk mengumpulkan tenaga sehingga bisa reli panjang," jelas konsultan energi Aspects.

Banyak anggota OPEC yang terpukul karena terpuruknya harga minyak selama lebih dari 2 tahun ini. Terutama negara produsen seperti Iran dan Venezuela yang menginginkan harga minyak berada di atas US$ 100 untuk menyeimbangkan anggaran mereka. (Gdn/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya