Liputan6.com, Jakarta Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menganggap kewajiban tanggung jawab sosial atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) perusahaan sudah diatur dalam pasal 74 Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sehingga, wacana tentang Rancangan Undang-undang (RUU) tentang CSR perlu ditinjau kembali.
"Sekarang pertanyaan kemudian yang diatur yang mana, diatur oleh negara yang mana. Kalau bicara mandat sudah ada di UU Perseroan Terbatas pasal 74. Dikatakan di situ kalau dibilang wajib karena merujuk UU ya wajib," kata Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta dalam diskusi Perlukah Tanggung Jawab Sosial atau CSR Jadi Kewajiban Perusahaan di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Arif menerangkan, secara konsep tanggung jawab sosial atau CSR perusahaan terbagi menjadi tiga. Pertama, di lingkungan perusahaan itu sendiri. Sehingga, perusahaan mesti menjalankan tanggung jawab sosial seperti pembayaran gaji yang sesuai serta jaminan asuransi terhadap karyawan.
Advertisement
"Tanggung jawab itu dimulai dari perusahaan sendiri. Apa yang dilakukan, satu, tidak mempekerjakan pekerja di bawah umur, kemudian bayarnya sesuai dengan upah, kewajiban asuransi Jamsostek segala macam dipenuhi," jelas dia.
Kedua, tanggung jawab sosial meliputi keluarga karyawan. Menurut Arif, perusahaan mesti memberikan jaminan masa depan kepada keluarga karyawan seperti sekolah dan perlindungan kesehatan.
Ketiga, lanjut dia, tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan di sekitar usahanya."Dari bagian dalam baru ke luar supaya kita nggak gagal paham," jelas dia.
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sendiri mewajibkan pemberian CSR pada perusahaan yang kegiatannya berkaitan dengan sumber daya alam. Arif bilang, dalam perspektif yang luas maka setiap perusahaan membutuhkan sumber daya alam.
"Kita punya UU Perseroan Terbatas, ada pasal khusus memandatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan artinya walaupun fokus perusahaan yang dianggap memiliki keterlibatan yang basisnya sumber daya alam. Kalau kita sumber daya alam, kita lihat perspektif luas pasti perusahaan membutuhkan alam. Bukan hanya tambang, perkebunan," tandas dia.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) terkait kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial atau biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR). RUU ini merupakan inisiasi dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Penghindaran Pajak
Arif juga mengingatkan agar wacana Rancangan Undang-undang terkait kewajiban perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) diperhatikan dengan cermat. KEIN khawatir adanya RUU ini justru menjadi beban perusahaan sehingga membuat perusahaan menghindar dari pajak.
Arif berpendapat jika perusahaan menghindar dari pajak maka akan merugikan rakyat. Lantaran, setoran pajak digunakan negara untuk menyejahterakan masyarakat.
"Ketika melakukan penghindaran terhadap tax, merugikan, yang rugi rakyat karena masuk account negara dan distribusikan ke rakyat," kata dia.
Dia menuturkan, kewajiban CSR sendiri diatur dalam pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
"Kalau kita baca secara total pasal 74 memang memandatkan agar PT melaksanakan atau mengelola apa yang disebut tanggung jawab sosial lingkungan. Itu mandat," kata dia.
Secara konsep, dia menerangkan, tanggung jawab sosial terdiri dari tiga konsep. Antara lain, tanggung jawab terhadap perusahaan itu sendiri atau pada karyawannya. Kemudian, tanggung jawab sosial pada lingkungan keluarga karyawan. Terakhir, Arif mengatakan tanggung jawab sosial meliputi lingkungan di sekitar perusahaan.
"Sekarang tinggal kita evaluasi karena disebutkan pasal 74 source of cost-nya secara jelas menjadi bagian cost of operation. Karena memang konsep dasar mengenai tanggung jawab sosial lingkungan yang kami katakan dimulai di inside dulu. Beresin dalam baru beresin keluar," tutup dia.