Tak Mau Bayar Pajak, Ini Sanksi Buat Google

Pemerintah mengharapkan Google dapat bersikap kooperatif untuk menunaikan kewajibannya membayar utang pajak dan sanksi bunga.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Des 2016, 14:04 WIB
Diterbitkan 20 Des 2016, 14:04 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghentikan proses negosiasi atau jalan damai yang dikenal dengan nama tax settlement (nilai tawaran penyelesaian tunggakan pajak) untuk Google dalam penyelesaian masalah kasus tunggakan pajak.

Jika tidak ada itikad baik untuk membayar utang pajak, sanksi perusahaan internet raksasa asal Amerika Serikat (AS) akan berlipat ganda menjadi 400 persen, bahkan ancaman lain dijebloskan ke penjara.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv ‎mengatakan, setelah menutup pintu tax settlement, Ditjen Pajak akan memulai tahapan preliminary investigation terhadap pihak Google pada Januari 2017.

Pada fase ini, Ditjen Pajak mengenakan sanksi bunga kepada Google 150 persen. Itu artinya, Google harus membayar utang pokok pajak plus sanksi bunga 150 persen dari utang pajak selama 5 tahun terakhir yang mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Perhitungan ini sesuai dengan UU KUP.

"Posisi saat ini close settlement, tidak ada lagi settlement. Sekarang masuk tahapan preliminary investigation di Januari dengan dikenakan sanksi bunga 150 persen dari utang pajak selama 5 tahun terakhir, itu bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun karena kita anggap tidak ada niat baik Google bayar pajak," ujar Haniv di kantornya, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Jika Google lagi-lagi mangkir memenuhi kewajibannya dan tidak memberikan data elektronik yang diminta, kata Haniv, Ditjen Pajak akan menaikkan status pemeriksaan Google pada tahapan investigasi penuh atau full investigation di Februari 2017.

"Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar utang pajak ditambah sanksi 400 persen. Itu karena tidak ada niat baik kerjasama oleh kita untuk di audit, seperti Wajib Pajak tidak mau diperiksa, tidak mau kasih lihat pembukuan, melawan kita, itu bisa dilakukan full investigation," dia menjelaskan.

Dia menuturkan, pihak Google berjanji melaporkan pembukuan atau keuangan dalam bentuk data elektronik. Selama ini laporan keuangan yang diterima Ditjen Pajak dari Google dalam bentuk tertulis. Laporan keuangan tertulis ini pun diduga tidak seluruhnya mencantumkan pendapatan usaha Google di ‎Indonesia.

"Kalau dihitung pendapatan yang dilaporkan ke kita cuma Rp 3 triliun di 2015 saja. Kita mau cek, karena sebenarnya kalau dari asosiasi bisa mencapai Rp 6 triliun, jadi mereka baru separuhnya yang dia kasih. Makanya kita minta datanya, mana bukti data pendukung. Masa file elektronik saja lama sekali," ujar dia.

Haniv menegaskan, pihak Google dapat diseret ke penjara apabila tetap tidak mau memenuhi kewajibannya. Hal ini akan mencoreng citra Google di mata dunia.  

"Kalau dia tidak bayar pajak juga, ya bisa di penjara. Kan malu kalau sampai di penjara," dia menerangkan.

Dirinya berharap, Google dapat bersikap kooperatif menunaikan kewajibannya membayar utang pajak dan sanksi bunga serta memberikan data laporan keuangan secara menyeluruh sesuai ketentuan perundang-undangan di Indonesia.

"Kita tidak mau sampai ke sana (penjara), mudah-mudahan Google mau memberikan ‎datanya, kemudian mereka melakukan perhitungan dengan risiko denda 150 persen. Karena kita saling membutuhkan," harap Haniv.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya